Kalau bea masuk dia relatif masih tumbuh sudah mulai bagus, tapi tumbuhnya tipis di 2,1 persen. Ini terutama untuk nilai impor yang naik meskipun rata-rata tarif kita kan menurun kecuali kalau kita melakukan beberapa tarif untuk proteksi
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Juli 2024 mencapai Rp154,4 triliun atau tumbuh 3,1 persen secara tahunan (yoy).

Realisasi tersebut telah mencapai 48,1 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, dengan didorong pertumbuhan seluruh jenis penerimaan.

Sri Mulyani merinci, untuk bea masuk, negara mendapat Rp29 triliun atau tumbuh 2,1 persen (yoy).

“Kalau bea masuk dia relatif masih tumbuh sudah mulai bagus, tapi tumbuhnya tipis di 2,1 persen. Ini terutama untuk nilai impor yang naik meskipun rata-rata tarif kita kan menurun kecuali kalau kita melakukan beberapa tarif untuk proteksi,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus 2024 di Jakarta, Selasa.

Menkeu menjelaskan, pertumbuhan bea masuk dipengaruhi oleh kenaikan impor 2,5 persen (yoy) meskipun tarif efektif menurun.

Hal ini disebabkan penurunan penerimaan dari komoditas utama seperti gas, kendaraan dan suku cadang kendaraan. Selain itu, pertumbuhan juga dipengaruhi penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.

Kemudian dari segi bea keluar, pemerintah mencatat penerimaan sebesar Rp9,3 triliun atau tumbuh 58,1 persen (yoy).

Pertumbuhan itu dipengaruhi oleh bea keluar tembaga yang tumbuh signifikan 928 persen (yoy) dengan share dari total bea cukai mencapai 76,5 persen. Hal ini dipengaruhi relaksasi ekspor komoditas tembaga.

“Ini karena Newmont, Amman, dan Freeport. Mereka diperbolehkan untuk ekspor tapi mereka harus menyelesaikan smelter dengan harus membayar bea keluar yang lebih tinggi. Ini menyebabkan penerimaan kita tinggi. Jadi memaksa mereka hilirisasi dan mereka sudah melakukan, namun belum selesai, namun mereka harusnya waktu itu sudah ada deadline-nya,” kata Bendahara Negara itu.

Bea keluar produk sawit turun 60 persen (yoy) dipengaruhi penurunan rata-rata harga minyak kelapa sawit (CPO) 2024 sebesar 5,91 persen (yoy). Penurunan volume ekspor produk sawit tercatat sebesar 15,48 persen (yoy) dari 24,01 juta ton menjadi 20,29 juta ton.

Lebih lanjut, Menkeu memaparkan penerimaan dari segi cukai yang tercatat Rp116,1 triliun atau tumbuh 0,5 persen (yoy).

"Untuk cukai ada sedikit positif sesudah mengalami negatif growth terus, karena kita memang menaikkan bea cukai itu adalah untuk mendukung penurunan produksi rokok, tapi kita lihat ada kenaikan yaitu 111,3 triliun. Itu yang kita kumpulkan tumbuh 0,1 persen. Tapi yang naik adalah golongan II dan gol III," tutur Sri Mulyani.

Ia merinci, untuk cukai harga tembakau tercatat sebesar Rp111,3 triliun, tumbuh tipis 0,1 persen (yoy) dipengaruhi kenaikan produksi utamanya golongan II dan III.

Cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) tercatat sebesar Rp4,6 triliun atau tumbuh 10,6 persen (yoy) didorong kenaikan tarif dan produksi MMEA dalam negeri.

Sementara cukai Etil Alkohol (EA) tercatat sebesar Rp80,4 miliar, atau tumbuh 21,8 persen sejalan dengan kenaikan produksi.

Baca juga: Sri Mulyani nilai permintaan domestik masih jadi penopang manufaktur
Baca juga: Pemerintah himpun pajak Rp1.405,32 triliun hingga Juli
Baca juga: Menkeu catat belanja pemerintah capai Rp1.170,8 triliun per Juli

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024