Jakarta (ANTARA News) - Di usianya yang ke-77, Liu Rusheng yang terdaftar sebagai penumpang pesawat Malaysia Airlines nomor penerbangan MH370 yang hilang itu, mengaku telah enam kali selamat dari ancaman maut.
Pertama, saat masih bayi, dia ditinggalkan kedua orangtuanya yang mengungsi ketika China diduduki tentara Jepang. Kedua dia pernah ditabrak truk selagi bersepeda, kemudian hampir tenggelam ketika berenang bersama teman-temannya.
Lalu tiga kali terkena serangan jantung yang salah satunya terjadi saat dia bersepeda menuju sebuah rumah sakit terdekat guna mencari pertolongan karena serangan jantung itu.
Mungkin karena itulah pria asal Nanjing di selatan China ini begitu menghargai hidup. Seniman dan penulis kaligrafi terkenal China ini bahkan menuliskan satu esai mengenai topik kehidupan yang dipublikasikannya dalam lamannya.
"Setelah beberapa kali selamat dari maut, saya menjadi lebih jauh menghargai kehidupan," tulis dia dalam lamannya itu seperti dikutip Sidney Morning Herald.
Lalu pada jam-jam awal tanggal 8 Maret lalu, Liu dan istrinya yang berusia 73 tahun, Bao Yuanhua, terbang menggunakan Malaysia Airlines MH370 dari Kuala Lumpur menuju Beijing.
Liu adalah penumpang tertua dari total 239 penumpang dan awak yang berada di Boeing 777 yang menghilang begitu saja di kegelapan malam itu.
Liu adalah bagian dari satu delegasi terdiri dari 34 seniman China, keluarganya dan pengatur acara itu yang mengunjungi Kuala Lumpur demi mengikuti eksibisi lukisan dan kaligrafi selama tiga hari di mana kerja para seniman dipamerkan.
Eksibisi ini diadakan oleh sebuah grup niaga online China bernama IBICN.
Liu adalah jagonya melukis potret, burung dan bunga, tulis Wall Street Journal. Dia mengepalai setidaknya tiga kelompok seni tradisional China dan anggota Asosiasi Kaligrafi China.
"Dia adalah teladan untuk para seniman karena dia menguasai teknik yang bagus sekali dan memiliki banyak kawan," kata Ma Yongan, kepala Asosiasi Kaligrafi dan Seni China Calligraphy kepada Wall Street Journal.
Ma mengatakan karya Liu berkualitas tinggi yang mengundang perhatian para pejabat China sampai karyanya dipersembahkan sebagai hadiah bagi mantan Perdana Menteri Taiwan Lien Chan.
Teman-teman Liu mengenangnya sebagai orang periang dan enerjik.
Dalam esai tahun 2006 yang mengungkapkan enam kali dia "menipu" maut itu, Liu menceritakan orangtuanya tidak punya pilihan selain meninggalkan dia dan empat saudaranya ketika tentara Jepang menduduki China.
"Sebenarnya orangtua saya tak mengira saya selamat. Ketika mereka kembali, mereka terkejut saya masih hidup," kata dia dalam artikel yang diterjemahkan oleh koran Malaysia The Star.
"Pada peristiwa kedua, saya baru belajar naik sepeda dan ditabrak truk. Saya terjebak di bawah truk dan terseret-seret."
Dia juga mendapat serangan jantung ketika latihan di kamp tentara pada 1971, dan sekali saat berada dalam kereta di Dunhuang di China barat pada 1982.
Dia kembali mendapat serangan jantung di rumahnya pada 1993 namun masih mampu bersepeda menuju rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan.
Pengalaman-pengalamannya bergumul dengan maut tidak membuatnya jera. Sebaliknya dia menulis dalam esainya bahwa "takdir selalu baik kepada saya".
"Jalan kreatif terbentang panjang, dan saya ingin mencapai upaya-upaya besar untuk terus maju," tulisnya seperti dikutip Sidney Morning Herald.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014