Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam mengimplementasikan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW).

“Dari dialog konstruktif bersama komite CEDAW pada tahun 2021, kami menerima 60 rekomendasi yang mencakup berbagai isu mulai dari kesetaraan gender hingga kekerasan berbasis gender,” kata Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra dalam acara lokakarya 40 tahun CEDAW di Jakarta, Senin (12/8), seperti dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Sebagai langkah konkret merespons rekomendasi tersebut, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan memperkuat koordinasi bersama kementerian atau lembaga terkait, salah satunya dengan masuknya perempuan sebagai kelompok sasaran dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) periode 2020-2024.

Selain itu, sambung Dhahana, pemerintah juga menegaskan komitmennya melalui pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada Mei 2022.

Kini, pemerintah sedang dalam proses penyusunan tujuh peraturan pelaksana dari UU TPKS yang mencakup aspek seperti dana bantuan korban dan pencegahan kekerasan seksual.

Ia mengaku masih terdapat kebijakan yang tidak sepenuhnya mendukung hak-hak perempuan. Adapun berbagai kebijakan yang dipandang diskriminatif terhadap perempuan sempat dibahas Kemenkumham bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Komnas Perempuan beberapa waktu silam.

Tantangan dalam penyusunan laporan, kata dia, termasuk pula masalah ketersediaan data dan koordinasi antar lembaga. Karena itu, dirinya berharap melalui acara lokakarya ditemukan solusi terkait koordinasi data antar lembaga sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif dalam pelaporan pada 2025.

Lebih lanjut, Dhahana juga mengutarakan bahwa pihaknya kini tengah menyiapkan sebuah lokakarya terkait penguatan substansi HAM bersama para perancang peraturan perundang-undangan.

"Hal ini penting agar para legal drafters memiliki pemahaman yang memadai terkait HAM," tuturnya.

Terlebih kini, Kemenkumham telah memiliki PermenkumHAM Nomor 16 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengarusutamaan Hak Asasi Manusia dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dia berharap regulasi tersebut dapat meminimalisir terbentuknya produk hukum yang tidak memiliki perspektif HAM.

Kegiatan lokakarya 40 tahun CEDAW bertajuk "Memperkuat Sinergi Perlindungan Hak Perempuan di Indonesia" terselenggara atas kerja sama antara KemenPPPA dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pemberdayaan Perempuan (UN Women).

Selain Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, turut hadir sebagai narasumber dalam sesi diskusi, yaitu Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati serta Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Indah Nuria Savitri.

Baca juga: KemenPPPA: Perempuan rentan alami diskriminasi hampir di semua bidang

Baca juga: Menteri PPPA: Sinergi penting untuk menghapus diskriminasi perempuan

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024