Jakarta (ANTARA) -
Ahli kesehatan keluarga, dr Meriana Virtin mengatakan Indonesia berada dalam sabuk talasemia dunia dengan angka sifat genetik 3-8 persen, yang artinya sebanyak 8-22 juta penduduk membawa genetik talasemia dan berpotensi muncul kepada keturunannya.
 
"Kami mengajak masyarakat untuk melek talasemia dan melakukan skrining talasemia agar bisa mendapatkan informasi terkait ada atau tidaknya sifat genetik talasemia pada seseorang," kata Project Manager Officer Laboratorium Medis Cordlife Persada itu dalam taklimat media yang diterima di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Kemenkes: Deteksi dini penting kurangi risiko bayi lahir bertalasemia

Baca juga: BPJS Kesehatan gandeng komunitas talasemia perluas edukasi JKN
 
Negara yang berada di sabuk talasemia adalah sebutan bagi negara-negara dengan jumlah orang pembawa gen talasemia yang tinggi.
 
Ia menjelaskan talasemia merupakan kelainan darah bawaan yang menyebabkan tubuh tidak dapat memroduksi hemoglobin dengan baik.

Hemoglobin bertugas untuk mengikat oksigen agar bisa dibawa ke seluruh tubuh oleh sel darah merah.


Salah satu gejala utama yang dialami oleh pasien dengan talasemia, katanya, adalah anemia, yakni suatu kondisi dimana kadar hemoglobin di dalam tubuh lebih rendah daripada normal.

"Pasien dengan talasemia berat harus menjalani transfusi darah secara berkala untuk tetap menjaga kadar hemoglobin di dalam tubuhnya agar tetap dalam batas normal," katanya.
 
Ia menambahkan talasemia adalah kondisi yang diturunkan ketika kedua orang tua merupakan pembawa sifat genetik talasemia.
 
Seringkali, kata dia, kedua orang tua yang merupakan pembawa sifat genetik baru mengetahui bahwa dirinya membawa kelainan genetik talasemia setelah memiliki anak dengan talasemia.

Baca juga: Kapan skrining talasemia perlu dilakukan?
 
Penyakit ini, katanya, tentunya bisa mendapatkan penanganan cepat melalui deteksi dini, serta melakukan pemeriksaan riwayat penyakit keluarga yang anemia atau pasien talasemia.
 
"Tanda dan gejala talasemia, di antaranya lemas, mudah lelah, kulit pucat atau kekuningan, kelainan bentuk tulang wajah, pertumbuhan yang lambat, pembengkakan pada perut dan urin berwarna gelap," katanya.
 
Jika dibiarkan dalam waktu lama, menurutnya, bisa terjadi komplikasi, seperti penumpukan zat besi di dalam tubuh akibat transfusi yang sering dilakukan.

Dalam rangka melek upaya melakukan skrining talasemia itu, kata dia, Laboratorium Medis yang dioperasikan PT Cordlife Persada meluncurkan layanan Laboratorium Medis Patologi Klinik, yang kini tidak hanya memberikan layanan untuk ibu dan anak, tetapi juga untuk keluarga.
 
Selain itu, layanan penyimpanan darah tali pusat, laboratorium ini juga melayani skrining talasemia yang sangat diperlukan di Indonesia, mengingat Indonesia berada dalam sabuk talasemia dunia dengan angka pembawa sifat genetik untuk talasemia β saja mencapai 3-10 persen.
 
Laboratorium Medis Patologi Klinik tersebut telah membuka pelayanan sejak tahun lalu di Bungur Besar Raya No. 23, Gunung Sahari, Jakarta Pusat.

Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024