Jakarta (ANTARA) - Setelah menelaah buku berjudul Blueprint Transformasi dan Revolusi Manajemen Haji yang ditulis oleh A. Muhaimin Iskandar, secara kulliyat (konsep besar) dan juz’iyyah (gambaran partikulasinya dalam praktik), buku ini pas untuk menjadi bahan referensi bagi upaya transformasi dan revolusi manajemen haji di Indonesia.

Buku ini memiliki keunggulan yang sangat istimewa karena sosok dan kaliber penulisnya. Di musim haji tahun 2024, Gus Muhaimin adalah Ketua Tim Pengawas Haji yang langsung terjun ke lapangan bersama anggotanya. Artinya, semua temuan yang dipaparkan di buku ini adalah temuan faktual dan fresh from the oven.

Lalu, sebagai tokoh masyarakat yang telah keliling Indonesia bertahun-tahun, penulis buku ini telah menyimak problem haji langsung dari jutaan manusia. Dengan kata lain, semua opininya mengenai problem haji adalah refleksi sekaligus respons aktual terhadap problem masyarakat yang dilihat dan dirasakan.

Dan yang paling penting lagi, buku ini ditulis oleh seorang pejabat negara dan ketua partai besar yang sangat memahami birokrasi dan organisasi pemerintahan.

Ini artinya, solusi dan langkah masa depan untuk manajemen haji Indonesia yang menjadi rekomendasi di buku ini telah dikonstruksi sedemikian kokoh oleh penulis yang menguasai konsep dan praktik (man of thought and man of action).

Itulah yang menjadi keunggulan buku ini. Soal kenapa transformasi dan revolusi dibutuhkan, ada beberapa alasan sendiri.

Indonesia adalah negeri dengan jamaah haji terbanyak di dunia, mengalahkan Pakistan, India, Iran, dan Bangladesh.

Animo masyarakat untuk naik haji pun semakin kuat. Mereka tidak gentar untuk menunggu antrean haji sekalipun harus menunggu 47 tahun. Tapi urusan penanganan layanannya sejak dari daftar, selama pelaksanaan, dan sampai pulang haji, selalu diwarnai carut marut dan kekacauan (chaos).

Ketika Indonesia berhasil menghadirkan layanan yang ekselen atau prima, maka negeri-negeri lain akan mencontoh Indonesia. Indonesia akan menjadi kiblat dari benchmarking. Dan ini, sungguh amal jariyah yang dampaknya nyata bagi dunia Islam.

Alasan lain tentu terkait dengan kemaslahatan yang bakal didapatkan Indonesia. Rakyat akan merasakan manfaat langsung dari layanan yang terbaik. Pemerintah juga mendapatkan manfaat yang tak terhitung dari produktivitas pengelolaan layanan haji.

Kegagalan dalam menghadirkan layanan haji yang ekselen mempertegas keimanan yang tidak cerdas karena jatuh dalam lubang kesalahan yang sama berkali-kali.


Pilar kesuksesan transformasi

Hari ini, transformasi menjadi sentral pembahasan di banyak tempat, baik korporasi maupun pemerintahan. Transformasi adalah perubahan internal yang sifatnya fundamental.

Transformasi adalah perubahan pikiran (mindset), hati (heartset), dan keahlian (skillset) yang menghasilkan kinerja dan melibatkan hampir seluruh orang dalam organisasi.

Artinya, mengganti mitra katering, hotel, atau penerbangan bukan transformasi. Membuat aplikasi supaya terkesan ikut perubahan zaman pun bukan transformasi.

Inti transformasi adalah sebuah perubahan mendasar yang menghasilkan inovasi produk, layanan, atau kinerja. Dalam dunia bisnis, transformasi harus meningkatkan performance, profit, dan prosperity (kemakmuran bagi banyak pihak secara dhohir-batin).

Temuan yang dipaparkan penulis di buku ini sangat fundamental untuk menggiring transformasi.

Bagian Kedua dari buku ini telah memaparkan temuan yang dimulai dari titik yang sangat sentral, yaitu kebijakan dan diakhiri dengan ujung yang menentukan, yaitu persoalan teknis.

Pilar kesuksesan transformasi adalah penguasaan masalah. Transformasi tanpa penguasaan masalah akan menjadi transformasi basa-basi atau transformasi yang tak menyentuh esensi. Transformasi harus dilakukan oleh pihak-pihak yang memahami masalah, dari konsep hingga ke praktik.

Transformasi juga mengharuskan power leadership dan manajemen untuk menggerakkan roda program transformasi dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri, atau sebaliknya. Karena itu, sudah tepat jika penulis buku ini mengusulkan kementerian khusus haji.

Kementerian ini yang memiliki power dukungan manajemen sekaligus dapat melaksanakan pilar transformasi berikutnya, yaitu reskilling dan upskilling SDM untuk menghadirkan layanan yang prima bagi jama’ah haji Indonesia.

Pilar Kesuksesan Transformasi ada tiga: penguasaan masalah, leadership & management, Reskilling-Upskilling


Urgensi api revolusi

Perubahan yang perlu ditempuh Indonesia bukan perubahan yang sifatnya ‘incremental’ atau perubahan yang sifatnya hanya merapikan, tambal sulam sana-sini, dan kecil-kecil. Terkait layanan haji, Indonesia perlu melakukan transformasi revolusioner.

Bangsa ini dihadapkan pada masalah yang sirkulasinya sudah teridentifikasi namun solusinya yang revolusioner tidak pernah kunjung tiba. Akhirnya, masalah terus bertambah banyak sebagai akibat dari kegagalan menangani sumber masalah yang utama.

Pemantik api revolusi sesungguhnya sudah mulai diaktifkan oleh penulis buku ini, terutama di Pengantar dan Bagian Ketiga. Hanya saja, sebuah revolusi selalu membutuhkan sosok leader yang memiliki nyali besar.

Nyali dalam hal ini adalah kualitas seseorang pemimpin untuk tetap melakukan sesuatu dengan keteguhan hati di tengah ketakutannya terhadap potensi bahaya, kritik, atau ketidakpastian karena ingin meraih sesuatu yang bernilai lebih.

Nyali seorang pemimpin akan menentukan keberhasilan inovasi yang menjadi tujuan transformasi revolusioner. Nyali seorang pemimpin akan menentukan kepeloporan dalam kebaikan dan kemajuan.

Nyali seorang pemimpin akan menentukan diferensiasi dan nilai tambah. Nyali seorang pemimpin tidak bisa diukur dari apa yang ingin ia lakukan saja, tetapi juga perlu dilihat dari porto folio kepemimpinannya.


Mengakhiri eksploitasi kesabaran

Ada ungkapan Sayyidina Ali RA yang begitu masyhur diajarkan di pesantren, yaitu “Kalimatu haqqin uriida biha bathilun.” Seringkali seseorang menyampaikan ucapan yang benar, tetapi sebetulnya memiliki maksud yang tidak benar.

Kalau dikontekskan dengan bahasan buku ini, maka sering terdengar ada ajakan untuk bersabar kepada masyarakat dalam menghadapi kecarut-marutan manajemen haji.

Seringkali dibubuhi dengan dalil-dalil Al-Quran atau hadits mengenai fadlilah bersabar. Sayangnya, tujuan dari ajakan itu justru untuk menutupi kelemahan atau penolakan terhadap inisiatif transformasi dan revolusi.

Perintah kesabaran yang semula mulia, namun dipakai untuk tujuan yang salah. Praktik eksploitasi kesabaran masyarakat untuk tujuan-tujuan yang negatif demikian perlu diakhiri.

Kesabaran adalah perintah yang sangat mulia sehingga harus digunakan untuk tujuan-tujuan yang mulia. Ketidakpuasan dan kecarut-marutan selama ini harus diolah menjadi energi untuk melakukan transformasi dan revolusi manajemen haji.



*) Penulis adalah Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, alumnus Universiti Malaya, Kuala Lumpur, alumnus Al-Azhar University, Egypt, dan alumnus Pesantren Lirboyo Kediri.

Copyright © ANTARA 2024