Jakarta (ANTARA) - Puasa sewaktu atau intermitten fasting adalah pola makan yang beralih antara puasa dan makan dengan jadwal teratur. Penelitian menunjukkan bahwa puasa sewaktu ini adalah cara untuk mengatur berat badan dan mencegah beberapa bentuk penyakit.

Ada beberapa cara berbeda untuk melakukan intermitten fasting, namun semuanya didasarkan pada pemilihan periode waktu makan dan puasa yang teratur. Misalnya, Anda dapat mencoba makan hanya selama delapan jam setiap hari dan berpuasa selama sisanya. Atau Anda mungkin memilih untuk makan hanya satu kali sehari, dua hari seminggu. 

Tujuan utama intermittent fasting ini adalah untuk mendorong tubuh memasuki keadaan ketosis, di mana tubuh membakar lemak sebagai sumber energi utama. Hal ini dapat memberikan sejumlah manfaat kesehatan, termasuk penurunan berat badan, peningkatan sensitivitas insulin, perbaikan seluler, dan peningkatan fungsi otak.

Intermiten fasting diklaim dapat membantu menurunkan berat badan dengan membatasi asupan kalori secara keseluruhan dan meningkatkan metabolisme. Selain itu, ia dapat meningkatkan sensitivitas insulin, yang membantu tubuh memanfaatkan glukosa secara lebih efisien dan mengurangi risiko diabetes tipe 2.

Intermiten fasting juga dapat memicu proses "autofagi" yaitu kondisi di mana tubuh membuang sel-sel mati dan memperbaiki atau mendaur ulang bagian-bagian sel. Ilmuwan Jepang Yoshinori Ohsumi meraih Hadiah Nobel Kedokteran 2016 setelah menemukan konsep "autofagi" yang secara harfiah berarti "memakan diri sendiri" untuk menjaga kesehatan sel dan mengurangi risiko penyakit kronis.  

Intermittent fasting dengan pendekatan "5:2", dipopulerkan Dr Michael Mosley yang pertama kali berbagi pendekatan "5:2" saat mempersembahkan program dokumenter BBC "Eat, Fast and Live Longer" pada 2012, di mana ia mengeksplorasi kemanjuran pola makan ini.

​​​​​​​Pendekatan intermiten fasting 5:2 adalah pendekatan konsumsi di mana makan dan minum dapat dilakukan seperti biasa selama lima hari seminggu, lalu berpuasa atau membatasi kalori secara ketat selama dua hari. Ini adalah satu pendekatan intermitten fasting yang cukup populer selain "16:8" (membagi waktu 24 jam menjadi 16 jam puasa dan 8 jam makan), "eat-stop-eat" (tidak makan sama sekali selama satu hari di antara dua hari berturut-turut, dan makan secara normal di hari-hari lainnya) serta puasa dua hari dalam seminggu.

Penerjemah: Abdu Faisal
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024