Perusahaan yang dipercaya simpan data pribadi, kemudian alami kebocoran, dapat dikenai sanksi denda sekian persen dari revenue.

Jakarta (ANTARA) - Pakar bidang teknologi informasi (TI) Andreas Kagawa mengemukakan bahwa upaya mewujudkan Jakarta sebagai kota pintar membutuhkan data yang tangguh dan aman sehingga pencadangan data (backup data) menjadi suatu keharusan.

"Kasus-kasus aktivitas operasional lumpuh berhari-hari gara-gara serangan peretas seharusnya sudah tidak ada lagi. Tentunya hal ini menjadi tantangan ke depan," kata Andreas di Jakarta, Senin.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebut kota pintar (smart city) menjadi langkah lanjut setelah Jakarta menjadi kota global.

Andreas menjelaskan bahwa akhir-akhir bermunculan kasus perusahaan dan instansi pemerintah menjadi korban serangan peretas. Namun, tidak semua kasus dilaporkan, bahkan beberapa diselesaikan secara internal.

"Data 2024 menyebut 75 persen perusahaan menerima serangan virus berbahaya ransomeware terhadap data yang dimiliki serta separuhnya disandera," ucap dia.

Di sini, kata Andreas, pentingnya bagi perusahaan di Indonesia memiliki cadangan data sehingga ketika terjadi serangan perusahaan masih bisa pulih dan mampu beroperasi dengan cepat.

Apalagi, saat ini sudah ada teknologi yang memungkinkan untuk memulihkan data yang mengalami kerusakan dengan cepat.

Andreas mengutip Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang menyebut terdapat lebih dari satu juta aktivitas perangkat lunak ransomware.

Baca juga: PHRI segera laporkan peretasan akun milik sejumlah hotel ke polisi
Baca juga: Pakar: Pemerintah perlu bentuk Badan Pelindungan Data Pribadi

Beberapa kasus ada yang terkena serangan lebih dari satu, di antaranya merupakan perusahaan besar dan multinasional. Akan tetapi, ucap Andreas yang juga Country Manager Indonesia Veeam, hanya sedikit yang melaporkan peristiwa yang mereka alami.

Survei juga memperlihatkan beberapa perusahaan malah tidak mengetahui sudah diserang. Mereka baru sadar setelah beberapa waktu kemudian.

Indonesia menempati peringkat kedua negara yang sering terkena serangan peretas. Tentunya hal ini menjadi perhatian serius untuk mulai menyelamatkan data yang dimiliki melalui backup.

Pemerintah sendiri mulai bersikap tegas terkait dengan kasus-kasus peretasan semacam ini. Mulai Oktober Pemerintah akan memberlakukan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.

Perusahaan yang dipercaya simpan data pribadi, kemudian alami kebocoran, menurut dia, dapat dikenai sanksi denda sekian persen dari revenue (pendapatan).

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, lanjut dia, juga telah membentuk satgas untuk memonitor perusahaan dan instansi pemerintah agar mulai menerapkan backup data yang dimiliki.

Beberapa kasus bahkan ada yang tidak mampu pulih kembali setelah mengalami serangan (post incident) yang membuat keuangan terganggu dan berdampak buruk pada citra perusahaan.

Menurut Andreas, setiap perusahaan atau instansi pemerintah harus menyiapkan atau membuat perlindungan data jauh-jauh sebelum serangan malware atau ransomeware.

"Kita harus mempersiapkan diri karena serangan itu pasti akan ada, hanya saja soal kapan tidak ada yang tahu," ucap Andreas.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024