Manila (ANTARA News) - Pemimpin gerilya Komunis peringkat tertinggi Filipina ditangkap Sabtu dalam satu "kemenangan" untuk perdamaian dan keamanan nasional, kata kepala angkatan bersenjata negara itu.
Ketua Partai Komunis Filipina Benito Tiamzon dan istrinya, sekretaris jenderal partai Wilma Tiamzon, ditangkap dalam operasi gabungan polisi dan militer, kata kepala staf militer Jenderal Emmanuel Bautista dalam sebuah pernyataan, lapor AFP.
"Penangkapan ... adalah kemenangan lain untuk usaha gabungan antara (militer, polisi) dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengejar perdamaian dan keamanan," katanya.
Ia menambahkan, mendesak para pengikutnya untuk meletakkan senjata mereka dan mengakhiri pemberontakan yang telah berlangsung selama 45 tahun.
Pemberontakan Maois telah memakan 30.000 korban jiwa menurut perkiraan pemerintah.
Meskipun sayap bersenjata partai komunis, Tentara Rakyat Baru (NPA), adalah telah turun kekuatannya menjadi sekitar 4.000 gerilyawan dari lebih dari 26.000 pada akhir 1980-an, namun para pemberontak terus menimbulkan ancaman, menurut pemerintah.
Pemberontak sering menyergap atau menyerang unit-unit kecil militer dan polisi, serta memeras uang dari para pebisnis di pedesaan, kata pejabat militer.
Pada April tahun lalu, pemerintahan Presiden Benigno Aquino mengumumkan bahwa pembicaraan damai yang diperantarai oleh Norwegia telah runtuh, melemahkan harapan dari penyelesaian politik sebelum masa jabatan enam tahun kepresidenannya berakhir pada pertengahan 2016.
Manila telah meminta Oslo untuk membantu pemerintah Filipina meyakinkan pemberontak untuk kembali ke meja perundingan.
Bautista tidak mengatakan bagaimana penangkapan dua pemimpin komunis akan berdampak pada prospek pembicaraan perdamaian baru.
"Mereka ditangkap berdasarkan surat perintah penangkapan atas kejahatan mereka terhadap kemanusiaan yang mencakup pembunuhan, serangkaian pembunuhan, dan (percobaan) pembunuhan," tambahnya.
Bautista mengatakan, pasangan itu ditangkap di pulau tengah Cebu, namun tidak memberikan rincian lainnya.
Pemerintah Aquino dijadwalkan untuk menandatangani perjanjian perdamaian pada 27 Maret dengan kelompok gerilyawan Muslim terbesar di negara yang sebagian besar rakyatnya menganut Katolik itu, untuk mengakhiri pemberontakan lain di negara itu yang juga berlangsung lama, yang telah menelan korban 150.000 jiwa di Filipina selatan.
Penerjemah: Askan Krisna
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014