Malang (ANTARA) - Sejumlah mahasiswa lintas program studi (Prodi) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan alat deteksi dini penyakit rheumatoid arthritis (rematik) melalui kuku.

Penyakit rheumatoid arthritis atau rematik merupakan penyakit autoimun dengan gangguan peradangan jangka panjang pada sendi. Penyakit ini sering ditemui pada lansia, tetapi tidak menutup kemungkinan orang dewasa ataupun remaja juga dapat mengalaminya.

Salah seorang anggota tim pembuat alat tersebut, Abi Mufid Octavio di Malang, Jawa Timur, Senin, mengemukakan jika penyakit rheumatoid arthritis ini sudah memasuki masa akut, tidak dapat disembuhkan, sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan.

Oleh karena itu, katanya, perlu adanya identifikasi sedini mungkin untuk mengetahui seseorang berpotensi terkena penyakit rematik atau tidak. Alat pendeteksi ini telah diujicobakan kepada lebih dari 100 sampel dan mendapatkan respons positif.

Baca juga: Wamenaker apresiasi Program CoE UMM, siapkan lulusan untuk dunia usaha

“Sampel kami banyak, mulai dari remaja, dewasa dan lansia. Setelah menggunakan alat kami untuk deteksi dini, kemudian melakukan recheck lebih lanjut, ternyata didapati hasil yang efektif,” ujarnya.

Abi, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa alat tersebut bekerja dengan menganalisis kondisi kuku, mulai dari tekstur, ridging atau berlubang, kuku menguning, rapuh dan pendarahan serpihan, yang mana kondisi visual tersebut tidak dapat dilihat secara langsung lewat mata telanjang.

Selanjutnya, jika ditemukan indikasi rematik, akan dilakukan observasi lebih lanjut dengan dokter. “Indikasi rematik itu banyak, dan alat kami bertugas untuk memvisualisasi hasil dari kuku yang telah difoto untuk diidentifikasi lebih lanjut,” ujarnya.

Ia mengakui setiap inovasi yang dibuat pasti mengalami kesulitan dalam pengembangannya, itu juga berlaku baginya bersama dengan timnya.

Ia mengaku memerlukan waktu lebih dari satu bulan untuk melakukan pengembangan untuk inovasi tersebut. Ke depan alat tersebut akan dibuat secara massal untuk menambah ragam inovasi dalam dunia kesehatan.

“Dengan biaya produksi sebesar Rp7 juta, kami nilai itu dana yang kecil untuk inovasi dalam dunia kesehatan. Ke depan kami akan menjalin kerja sama dengan perusahaan yang nantinya dapat di komersialkan,” ujarnya.

Dia berharap lewat inovasinya bersama tim dapat memberikan warna baru dalam dunia kesehatan. Masyarakat dapat mengidentifikasi sejak dini terindikasi gejala dari penyakit rematik, dengan begitu pasien dapat segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pengobatan lebih lanjut.

Pada kesempatan itu, Abi berpesan kepada mahasiswa, khususnya jas merah kampus putih untuk tidak bosan-bosan berfikir dan menciptakan produk inovatif.

“Dahulu para penemu inovasi terbarukan itu banyak yang masih berusia muda. Anak muda saat ini pasti juga masih bisa melakukan hal yang sama. Jangan bosan dalam berinovasi, karena segala inovasi itu tentu ada manfaatnya,” pesannya.

Mahasiswa yang tergabung dalam tim pembuat alat deteksi dini penyakit rematik tersebut adalah Nuri Vhirdausia, Frenischa Yincenia W, dan Desta Karina (Prodi Ilmu Keperawatan) Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes), serta Abi Mufid Octavio dan Muhammad Lutfi, (Prodi Teknik Mesin) Fakultas Teknik (FT).

Baca juga: Ribuan mahasiswa UMM dikirim ke 17 provinsi jalani Program PMM

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024