Moskow (ANTARA) - Amerika Serikat (AS), Prancis, dan Jerman telah mendesak Iran untuk menahan diri dari tindakan yang dapat memperburuk situasi di Timur Tengah, demikian pernyataan bersama yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris pada Senin.
"Kami mendesak Iran dan sekutunya untuk menahan diri dari serangan yang akan semakin memperburuk ketegangan regional dan membahayakan kesempatan untuk menyepakati gencatan senjata serta pembebasan sandera," demikian bunyi pernyataan bersama itu.
"Mereka (Iran dan sekutunya) akan bertanggung jawab atas tindakan yang membahayakan kesempatan untuk perdamaian dan stabilitas. Tidak ada negara atau bangsa yang akan mendapatkan keuntungan dari eskalasi lebih lanjut di Timur Tengah," bunyi pernyataan tersebut lebih lanjut.
Para pemimpin negara-negara itu mengatakan bahwa mereka prihatin dengan perkembangan ketegangan di wilayah Timur Tengah dan bersatu dalam "komitmen untuk de-eskalasi dan stabilitas regional."
"Kami, para pemimpin Prancis, Jerman, dan Inggris, menyambut baik kerja tanpa henti dari mitra kami di Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat menuju kesepakatan mengenai gencatan senjata dan pembebasan sandera," kata pihak-pihak tersebut dalam pernyataannya.
Gerakan Palestina Hamas telah menolak undangan dari Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir untuk berpartisipasi dalam putaran akhir pembicaraan dengan Israel mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza, yang dijadwalkan pada 15 Agustus, lapor portal Axios, mengutip pernyataan gerakan tersebut.
Pekan lalu, Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi mengumumkan bahwa Mesir, Qatar, dan AS telah mengeluarkan pernyataan yang mendesak Israel dan Hamas untuk melanjutkan pembicaraan gencatan senjata pada 14-15 Agustus. Para pemimpin ketiga negara menyatakan kesiapan untuk mengajukan proposal akhir guna menjamin gencatan senjata.
Sebelumnya pada akhir Juli, tentara Israel (IDF) telah melancarkan serangan udara terhadap sebuah bangunan tempat tinggal di pinggiran selatan Beirut, menewaskan komandan Hizbullah Fuad Shukr.
Sementara itu, pemimpin politik gerakan Palestina Hamas, Ismail Haniyeh, dibunuh di kediamannya di Teheran tak lama kemudian. Gerakan Palestina menuduh Israel membunuh Haniyeh dan bersumpah akan membalas dendam.
NBC News melaporkan, mengutip seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya, bahwa negara Yahudi tersebut sedang bersiap untuk kemungkinan serangan berkepanjangan oleh Hamas dan Hizbullah yang ingin membalas kematian para pemimpin mereka.
Sebelumnya pada 7 Oktober 2023, Israel menjadi sasaran serangan roket yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Jalur Gaza yang dikuasai Hamas.
Selain itu, pejuang Hamas menyusup ke daerah perbatasan, menembaki militer dan warga sipil, serta mengambil lebih dari 200 sandera.
Menurut Israel, sekitar 1.200 orang tewas. IDF kemudian meluncurkan Operasi Pedang Besi di Jalur Gaza dengan tujuan yang dinyatakan untuk menghancurkan Hamas dan membebaskan para sandera.
Jumlah korban tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober telah melebihi 39.790, menurut kementerian kesehatan wilayah tersebut.
Sumber: Sputnik-OANA
Baca juga: Biden beri peringatan tegas agar Iran tidak menyerang Israel
Baca juga: China dukung upaya Iran untuk jamin perdamaian dan stabilitas regional
Penerjemah: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024