Tolong belilah bibit yang bersertifikat. Karena bibit yang bersertifikat itu menentukan hasil (panen sawit)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono meminta petani sawit agar membeli bibit yang unggul, berkualitas dan bersertifikat sehingga bisa meningkatkan hasil produksi, guna membantu pemerintah mewujudkan Program B35.
"B35 dan seterusnya itu kan bahannya sebagian besar adalah sawit. Maka caranya selain menambah area tanam kebun sawit kita, berarti kan harus mencari, harus dibuat, harus ditanam bibit yang bagus," kata Wamentan dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Menurut Sudaryono, peningkatan produksi komoditas perkebunan unggulan dapat memiliki manfaat yang besar. Salah satunya adalah sawit, di mana pemerintah sudah meluncurkan Program B35.
"Berkaitan dengan kemandirian pangan dan kemandirian energi, pemerintah sudah menetapkan Program B35," ujarnya.
Dia menerangkan Program B35 merupakan program dari Kementerian ESDM untuk meningkatkan penyediaan energi bersih secara berkelanjutan. B35 adalah campuran bahan bakar nabati dari minyak kelapa sawit, dengan kadar minyak sawit 35 persen, sementara 65 persen sisanya dari bahan bakar minyak (BBM) solar.
Baca juga: Wamentan: Teknologi mampu ciptakan bibit tanaman perkebunan yang baik
Baca juga: Wamentan: Desa di Deli Serdang jadi contoh pertanian di Sumut
"B35 diklaim lebih ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang lebih baik dibandingkan dengan solar dan aman untuk mesin kendaraan," jelasnya.
Oleh karena itu, Wamentan mendorong penggunaan bibit sawit berkualitas dilakukan secara masif untuk mengoptimalkan peningkatan produksi dalam negeri sehingga bisa mendukung program tersebut.
"Tolong belilah bibit yang bersertifikat. Karena bibit yang bersertifikat itu menentukan hasil (panen sawit)," ucapnya.
Wamentan mengaku bahwa dirinya juga sempat melihat beberapa bibit pertanian yang dijual di toko toko daring. Terkait hal itu, pihaknya juga sempat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk dilakukan penindakan.
"Saya lihat banyak juga yang jualan bibit palsu di toko-toko online. Itu beberapa sudah kita take down. Ada yang kita laporkan ke polisi. Jualan bibit palsu itu kejahatan karena merugikan orang," ujarnya.
Menurut Sudaryono, penjualan bibit palsu merupakan tindak kejahatan yang mengakibatkan petani rugi dan tidak bisa bertanam. Akibat hal itu, berdampak pada hasil pertanian sawit dalam negeri.
Selain itu, lanjut Wamentan, dampak lainnya adalah mengakibatkan carut-marutnya rantai pasok dan ekosistem usaha sawit. Karena itu, dia menghimbau kepada masyarakat agar menggunakan bibit yang sudah bersertifikat.
Ia juga menekankan perlunya gerakan masif untuk mengedukasi masyarakat dan petani yang menanam sehingga tidak menjadi korban pembelian bibit tidak berkualitas apalagi palsu.
"Mereka harus mengakses bibit yang baik karena kalau menggunakan bibit palsu kerugiannya bisa empat bulan. Bahkan kalau sawit itu ruginya bisa sampai 30 tahun," tuturnya.
Wamentan sebelumnya telah meninjau fasilitas laboratorium Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Sumatera Utara pada Minggu (11/8).
Menurutnya, BBPPTP Medan memiliki sumber daya manusia yang mumpuni, juga teknologi pengujian dan pengembangan bibit unggul yang adaptif terhadap berbagai cuaca.
Oleh karena itu, Wamentan berharap petani dan masyarakat terus diberi edukasi terkait pentingnya penggunaan bibit unggul.
“Secara teknologi saya yakin mampu. Tinggal bagaimana kita memasifkan edukasi kepada masyarakat dan kepada petani yang menanam," kata Wamentan.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa pemerintah berupaya memastikan pekebun dan petani mendapat benih unggul bersertifikat sehingga hasil produksi dan produktivitas tanamannya juga meningkat.
Oleh karena itu, kata Mentan, pemerintah terus melakukan pengawasan dan penertiban penjualan bibit terutama melalui loka pasar.
Baca juga: Wamentan sebut optimasi pompanisasi pertanian di Jabar berjalan baik
Baca juga: Wamentan optimistis Indonesia capai swasembada daging sapi
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024