Balikpapan (ANTARA News) - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Otto Nur Abdullah menyatakan khawatir akan banyak kelompok masyarakat, antara lain buruh migran dan masyarakat adat tidak bisa menyalurkan hak pilih pada Pemilu Legislatif dan Presiden 2014.
Ada juga kekhawatiran mengenai kelompok rentan yang berada di bawah kendali pemilik basis, ujar Otto di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan, Sabtu.
"Di Kaltim kelompok masyarakat masyarakat yang terancam adalah buruh migran, masyarakat adat, dan warga yang mobilitasnya tinggi," katanya.
Kelompok rentan yang dimaksud adalah mereka yang terancam tak bisa ikut berpartisipasi dalam pemilu, atau bisa ikut dengan sejumlah persyaratan, atau tidak bebas dan tidak rahasia.
Survei Komnas HAM menemukan bahwa kelompok rentan antara lain ditemukan di Nunukan di Kalimantan Utara, kemudian di dua kota Kalimantan Timur yaitu Balikpapan dan Samarinda.
Mereka adalah para pekerja perusahaan yang tinggal di daerah terpencil, dalam camp perusahaan tambang atau perkebunan, atau dalam lokasi tertutup dan tidak mendapatkan sosialisasi pemilu.
"Mereka ini yang kemungkinan bisa dikendalikan oleh pemilik basis," tutur Otto Abdullah.
Para pemilik basis ini disebutkan bisa sebagai pemilik perusahaan, atau orang yang berwenang, termasuk, kata Abdullah, kepala rumah tahanan.
Otto melihat banyak kelompok rentan tersebut akibat Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di kabupaten dan kota di Kaltim dan Kaltara baru terbentuk.
Kondisi tersebut menyebabkan minimnya koordinasi antarinstansi penyelenggara pemilu tersebut.
Pemilu perbatasan
Otto Abdullah juga menceritakan hasil pantauan di Nunukan, Kalimantan Utara.
Di daerah perbatasan dengan Malaysia itu ada pemilu khusus pada tanggal 6 April, yaitu 3 hari sebelum Pemilu 9 April.
"Ada rentang waktu yang rentan. Mungkin saja yang sudah mencoblos pada 6 April, nanti 9 April nyoblos lagi," terang Otto.
KPUD Nunukan juga belum memutuskan di mana para kelompok rentan memberikan suaranya, apakah di TPS permanen atau TPS bergerak.
Di Samarinda, Komnas HAM meninjau Lembaga Pemasyarakatan Sempaja Samarinda. Menurut Otto Abdullah, KPUD Samarinda belum berencana mengadakan TPS di sana.
Demikian juga dengan jumlah pengawas pemilu yang tidak sebanding dengan jumlah TPS yang diawasi. Di Kaltim ada 8.036 unit TPS, sedangkan pengawasnya berjumlah 4.425 orang.
Karena itu, Komnas HAM segera menyampaikan hasil-hasil survei ini kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Kami sudah ada MoU dengan KPU, Bawaslu, termasuk dengan instansi yang terlibat dengan penyelenggaraan pemilu," imbuhnya.
(KR-NVA)
Pewarta: Novi Abdi
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014