Kigali (ANTARA) - Paul Kagame dilantik pada Minggu (11/8) sebagai presiden Rwanda untuk masa jabatan keempatnya (satu periode jabatan= lima tahun) setelah menang telak dalam pemilihan umum bulan lalu.

Kepala Hakim negara Afrika Timur, Faustin Nteziryayo, memimpin upacara sumpah jabatan di Stadion Amahoro yang penuh sesak di ibu kota Kigali, yang dihadiri oleh beberapa pemimpin Afrika.

Kagame berjanji untuk tetap setia kepada negara, membela Konstitusi dan hukum, menjaga perdamaian dan kedaulatan nasional, serta memperkuat persatuan nasional.

Kagame, yang mencalonkan diri di bawah bendera Front Patriotik Rwanda (RPF) yang berkuasa dalam pemilihan pada 15 Juli, menang dengan lebih dari 99 persen suara.

Dia mengalahkan pesaingnya Frank Habineza dari Partai Hijau Demokrat Rwanda (oposisi) dan kandidat independen Philippe Mpayimana. Keduanya secara kolektif menerima kurang dari satu persen suara, masing-masing 0,53 persen dan 0,32 persen.

Badan pemilu melaporkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 98 persen di antara sekitar 9 juta pemilih yang memenuhi syarat.

Dalam pidato pelantikannya, Kagame menyoroti peran semangat persatuan negara dalam kemenangannya.

"Proses politik kita dirancang untuk memperbarui dan memperdalam persatuan kita," katanya.

Kagame (66) mencalonkan diri kembali setelah amandemen konstitusi tahun 2015 yang memungkinkan dia mencalonkan diri untuk tiga masa jabatan lagi dan memberinya lampu hijau untuk mengejar masa jabatan ketiga selama tujuh tahun pada tahun 2017.

Namun, Konstitusi yang telah diamandemen tersebut mempersingkat batas masa jabatan presiden menjadi lima tahun mulai tahun 2024.

Kagame tumbuh di Uganda sebagai pengungsi setelah revolusi negara itu pada 1959-1962, yang menyebabkan populasi Tutsi diusir oleh mayoritas Hutu.

Pada  1979, Kagame adalah anggota pendiri tentara pemberontak Presiden Uganda saat ini, Yoweri Museveni, di mana dia memimpin sayap intelijen dan membantu Museveni merebut kekuasaan pada tahun 1986.

Kagame menerima pelatihan militer di Uganda, Tanzania, dan AS.

Rwanda mengalami perang saudara pada tahun 1990-1994 karena perpecahan etnis yang mendalam antara Hutu dan Tutsi.

Puncak dari perang tersebut adalah genosida tahun 1994 terhadap orang Tutsi, yang menewaskan sekitar 1 juta orang Tutsi dan Hutu moderat.

Kagame diakui karena memimpin Tentara Patriotik Rwanda (RPA), sayap bersenjata RPF, untuk membantu menghentikan genosida selama 100 hari dan mendorong persatuan dan perdamaian setelahnya.

Dia menjabat sebagai wakil presiden dan menteri pertahanan sebelum menjadi presiden pada tahun 2000 dan sejak itu memenangkan pemilihan berikutnya, termasuk pemilihan tahun 2017 dengan lebih dari 98 persen suara.

Sumber: Anadolu-OANA
​​​​​​​Baca juga: Rakyat Rwanda akan pilih presiden dan anggota parlemen
Baca juga: Rwanda dan Korsel sepakati perjanjian pendanaan tingkatkan pendidikan
Baca juga: PM baru Inggris batalkan rencana kirim migran ke Rwanda
​​​​​​​


Penerjemah: Primayanti
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024