daerah konflik sehingga prosesnya kompleksJakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI dan otoritas Myanmar masih berkoordinasi terkait dugaan penyekapan warga Jakarta Selatan (Jaksel) berinisial SA (27) di negara itu karena dijanjikan dapat pekerjaan dengan gaji sebesar Rp150 juta.
"Masih koordinasi dengan otoritas Myanmar, wilayahnya daerah konflik sehingga prosesnya kompleks," kata Diplomat Muda Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, Rina Komaria saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Rina mengatakan pihaknya sudah menerima laporan aduan mengenai kasus tersebut dan kini sudah ditangani oleh KBRI Yangon, Myanmar.
Dia mengaku turut prihatin atas kejadian tersebut karena untuk mengeluarkan WNI dari wilayah Myawaddy, Myanmar itu terbilang sulit karena dikuasai kelompok bersenjata.
"Otoritas Myanmar sendiri pun tidak dapat menjangkau," jelasnya.
Baca juga: Kemenkumham sebut pelaku TPPO incar lulusan SMA yang cari gaji tinggi
Sementara, pihak keluarga korban, Daniel mengaku SA tidak hanya disiksa dan disekap lantaran kini juga dimintai uang sebesar Rp478 juta untuk bisa pulang dengan selamat.
“Minta duit sekitar Rp18 jutaan dulu, itu buat meringankan beban dia biar tak disiksa," ujarnya yang juga sepupu korban.
Dikatakan, SA awalnya diajak temannya, Risky untuk bekerja di Thailand dengan gaji sebesar 10.000 dolar AS atau Rp150 juta. SA bersama Risky berangkat pada 11 Juli 2024.
Sesampainya di Bangkok, Thailand, SA bersama Risky dan empat orang keturunan India lainnya menaiki satu mobil. Namun di pertengahan perjalanan, SA berpisah dengan Risky lantaran akan diberangkatkan ke Myanmar.
“Dia berpikir mau dibawa ke Mae Sot, Thailand ternyata delapan jam perjalanan tak sampai juga, ternyata malah sudah tiba pada sebuah rumah berbentuk rumah susun di Myanmar,” jelasnya.
Baca juga: Jaksel perkuat gugus tugas TPPO demi turunkan kasus perdagangan orang
Ketika keluarga pertama kali dihubungi oleh SA, para penipu meminta tebusan sebesar 30.000 dolar AS atau sekitar Rp478 juta.
Dalam kesempatan itu pula, SA mengaku tidak bisa berbicara leluasa dengan keluarga ketika terhubung dengan sambungan telepon.
Disiksa
Menurut pengakuannya, dia disiksa oleh sekelompok orang mulai dari tidak diberi makan minum hingga dipukul menggunakan tongkat baseball.
Oleh karena keterbatasan ekonomi, keluarga belum mampu memberikan dana sebesar permintaan para pelaku. Hingga kini, keluarga SA masih kerap dihubungi oleh mereka.
Keluarga pun telah melaporkan kejadian ini ke Kemlu, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), hingga Polda Metro Jaya untuk menemukan titik terang.
Baca juga: Pemkab lakukan pemetaan dan pencegahan TPPO di Kepulauan Seribu
Sebelumnya, Kemlu RI mengimbau masyarakat waspada terhadap penipuan daring (online scam), khususnya yang berkedok penawaran kerja di luar negeri, guna meminimalkan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (WNI dan BHI) di bawah Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu mencatat angka kasus TPPO cukup tinggi mencapai 2.199 kasus penipuan daring yang menimpa WNI sejak 2020 hingga Mei 2023.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024