Jakarta (ANTARA) - Menyusul adanya peraturan pemerintah mengenai aturan produksi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), menuai beberapa respon masyarakat.
Seorang karyawan swasta yang mengaku memedulikan kesehatan, Dinno (32), mengatakan peraturan pemerintah yang mengatur soal jumlah kandungan gula dalam minuman kemasan diperlukan demi keamanan dan kesehatan masyarakat.
“Penting banget, apalagi soal keamanan dan kandungan gula, karena minuman kemasan di pasaran sudah semakin banyak, dengan adanya Peraturan Pemerintah, diharapkan minuman kemasan yang beredar adalah yang aman bagi kesehatan,” kata Dinno saat dijumpai du kawasan Jakarta Selatan pada Minggu.
Baca juga: Kemenkes: Kelebihan konsumsi GGL sebabkan kardiovaskuler & stroke
Dino mengatakan peraturan pemerintah tersebut bisa sebagai aturan tegas yang bisa diterapkan seperti aturan produksi rokok, dan membantu masyarakat lebih memahami bahaya konsumsi gula berlebihan.
Ia juga menyebut perlu ada sosialisasi kepada produsen karena selama ini komposisi dan tulisan jumlah gula dalam minuman kemasan juga terlalu kecil untuk menjadi acuan sehingga sedikit membuat masyarakat bingung dan akhirnya mengabaikan hal tersebut karena mementingkan rasa.
Namun pandangan lain diutarakan Alvioni (29) yang mengatakan adanya sosialisasi langsung yang menyasar ke masyarakat lebih diperlukan karena masih banyak yang belum mendapatkan akses yang terjangkau mengenai informasi bahayanya konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan.
“Sosialisasi menurut saya itu penting banget karena nggak semua masyarakat bisa mendapatkan akses informasi yang baik, mungkin hanya sebagian kalangan saja yang bisa dapat informasi tentang bahaya minuman kemasan,” kata Alvioni saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan.
Pegawai swasta di bilangan Sudirman ini menyebut sosialisasi dari pihak terkait akan lebih efektif meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahayanya minuman berpemanis kemasan. Seperti bagaimana membaca kadar gula dalam kemasan agar tidak tertipu dengan angka yang kecil, namun ternyata bukan total dalam satu kemasan.
Baca juga: Stafsus Menkeu sebut cukai bisa tekan konsumsi minuman berpemanis
Baca juga: BPOM dukung pengendalian produk gula berkalori tinggi
“Kita sebagai konsumen harus jeli melihat label kemasan dan lihat itu untuk beberapa kemasan gitu, kadang kecil naruh angkanya tapi ternyata itu harus dikali 3 angkanya,” lanjutnya.
Selain sosialisasi dan peraturan tertulis, Alvioni juga menyebut perlu ada kewajiban bagi supermarket untuk menampilkan jumlah kandungan gula dalam minuman kemasan agar masyarakat tidak kesulitan memilih minuman yang baik untuknya.
Ia menyebut masih sedikit supermarket yang menerapkan hal tersebut sehingga diharapkan ada kebijakan yang membantu masyarakat untuk mengurangi asupan gula harian.
Hal yang sama juga dikatakan ibu satu anak Siti Ayu (31) yang menyebutkan sosialisasi dari praktisi kesehatan diperlukan agar lebih tepat sasaran kepada masyarakat.
Sosialisasi juga bisa digencarkan melalui tayangan iklan di televisi untuk menjangkau masyarakat yang masih terbatas akan penggunaan smartphone.
Wanita yang sehari-harinya sebagai ibu rumah tangga ini juga mengatakan peraturan pemerintah ditakutkan justru akan berpengaruh pada pendapatan pelaku usaha yang masih menggunakan gula dalam produk yang dijualnya.
"Mungkin bisa dilakukan oleh praktisi kesehatan dengan cara memberikan bahasan yang ringan namun tepat sasaran. Lalu bisa juga melalui iklan layanan masyarakat di tv untuk masyarakat yang masih sering menonton tv dibandingkan menggunakan smartphone," katanya.
Baca juga: Koalisi Pangan Sehat Indonesia dorong cukai minuman berpemanis
“Sosialisasinya perlu menyeluruh, baik edukasi sekolah, lingkungan, sampai media massa,” saran Dinno mengenai sosialisasi.
Sementara itu, mengenai kesadaran akan bahaya gula berlebih dalam minuman kemasan, merekapun sependapat bawah mengurangi asupan gula sangat diperlukan untuk kesehatan. Hal ini juga sudah disadari oleh mereka dengan membatasi konsumsinya dan memilih varian yang rendah gula.
"Upaya untuk menghindari penyakit yang mungkin dapat ditimbulkan dari gula tersebut adalah dengan membatasi konsumsinya dan dengan minum air mineral dengan jumlah lebih banyak di setiap harinya," kata Siti Ayu.
"Ya sekarang sudah mulai merhatiin label kemasan, jadi mencari yang mana gulanya paling rendah misal kayak susu atau kayak teh kemasan cari yang less sugar itu benar-benar ternyata kalau enggak manis tuh ternyata enggak apa-apa," kata Alvioni.
“Sudah mulai ngurangin gula, dan mulai jarang, kalau konsumsi minuman kemasan pun sudah mulai milih yang less sugar,” kata Dinno.
Mereka juga mengaku sering mendapatkan banyak informasi mengenai bahayanya kandungan gula yang berlebihan dalam minuman kemasan melalui sosial media. Hal itu membuat mereka semakin sadar akan kesehatannya sehingga membatasi asupan gula dari minuman kemasan.
Baca juga: Ahli gizi ingatkan bahaya obesitas akibat konsumsi minuman manis
Baca juga: Kemenkes sebut penerapan cukai pada MBDK telah dilakukan 50 negara
Baca juga: Cukai dari minuman berpemanis dan rokok berpotensi danai kesehatan
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024