Jakarta (ANTARA) - Perdebatan halal atau haram organisasi masyarakat (Ormas) untuk mengelola tambang masih berlanjut di ruang publik setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden nomor 76/2024 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi.

Bahan tambang seperti batu bara, minyak bumi, emas secara zat bukanlah sesuatu yang haram. Bahan tambang dapat menjadi haram jika proses mendapatkannya tidak benar seperti didapat dari hasil pencurian atau hasil penambangan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar.

Berdasarkan konteks tersebut, menerima atau menolak alokasi tambang bagi ormas keagamaan berada di wilayah fikih sehingga tidak perlu saling memanas atas perbedaan opsi yang dipilih oleh ormas-ormas tertentu.

Pada konteks fikih, menerima tambang oleh ormas dari pemerintah harus dianalisis berdasarkan aspek maslahah (kebermanfaatan) dan aspek masalah (kemudaratan).

Menerima tambang dari pemerintah oleh ormas dapat menjadi sumber maslahah yang besar jika dikelola dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Namun, potensi masalah juga besar jika tidak ada pengelolaan yang baik, termasuk risiko kerusakan lingkungan, dampak Kesehatan, dan konflik sosial.

Oleh karena itu, penting bagi setiap ormas untuk melakukan evaluasi yang komprehensif, melibatkan pemangku kepentingan, dan memastikan kemampuan menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam setiap tahap pengelolaan tambang.

Hal ini berarti ormas harus mengevaluasi dampak positif dan negatif tambang terhadap masyarakat, lingkungan, dan keberlanjutan ekonomi.

Pendekatan ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara aspek maslahah (kebermanfaatan) yang diperoleh dari aktivitas pertambangan dengan potensi kerugian aspek masalah (kemudaratan) yang ditimbulkannya.

Paling tidak terdapat tiga aspek maslahah (manfaat) tambang. Pertama, meningkatkan perekonomian lokal. Tambang dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian lokal melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, dan pembangunan infrastruktur.

Dengan demikian, berikutnya akan muncul pertanyaan, apakah keuntungan ekonomi tersebut benar-benar dirasakan oleh masyarakat setempat atau hanya segelintir elite?

Kedua, pemberdayaan masyarakat. Dengan manajemen yang baik ormas dapat menggunakan keuntungan dari tambang untuk program pemberdayaan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sosial.

Pertanyaan yang sama, apakah ormas memiliki kapasitas dan integritas untuk memastikan bahwa manfaat ini disalurkan dengan adil dan transparan?

Ketiga, pengelolaan yang bertanggung jawab dapat meningkatkan kemandirian ormas terutama jika dikelola dengan prinsip-prinsip syariah.

Tambang dapat dioperasikan secara keberlanjutan dan ramah lingkungan dengan meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem. Saat ini apakah ormas memiliki kemampuan teknis dan sumber daya untuk mengelola tambang secara bertanggung jawab?


Aspek masalah

Di sisi lain terdapat aspek mudarat (masalah) tambang. Pertama, kerusakan lingkungan akibat aktifitas tambang seperti pencemaran air dan tanah, deforestasi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Maka sejauh mana ormas dapat menerapkan dan menegakkan standar lingkungan yang ketat?

Kedua, dampak kesehatan bagi masyarakat karena pencemaran yang dihasilkan oleh tambang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat setempat seperti penyakit pernafasan dan kulit. Dalam hal ini apakah ada rencana mitigasi yang efektif untuk mengurangi dampak kesehatan ini?

Ketiga, konflik sosial. Pengelolaan tambang oleh ormas dapat menimbulkan konflik sosial terutama jika manfaat ekonomi tidak dirasakan secara merata atau terdapat ketidakadilan dalam distribusi keuntungan. Sudahkah ada antisipasi ormas dalam menangani potensi konflik sosial ini dan memastikan inklusivitas dalam manfaat ekonomi?

Keempat, penyalahgunaan kekuasaan. Terdapat resiko penyalahgunaan kekuasaan oleh ormas dalam pengelolaan tambang, terutama jika ada kurangnya transparansi dan akuntabilitas, seperti apa mekanisme pengawasan dan akuntabilitas diterapkan untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan?

Berdasarkan neraca maslahah dan mudharat tersebut, konsep fikih juga mengenal prinsip-prinsip syariah dalam pengelolaan tambang.

Prinsip mencari kemaslahatan atau Istishlah adalah sangat penting untuk memastikan bahwa operasi tambang membawa manfaat yang besar bagi masyarakat dan lingkungan, serta meminimalkan dampak negatif.

Kemaslahatan (manfaat) adalah salah satu konsep penting dalam hukum islam (syariah) yang merujuk pada segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan atau manfaat bagi umat manusia dan menghindarkan mereka dari kerugian dan keburukan.

Konsep ini digunakan untuk menetapkan hukum yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist, tetapi dianggap penting untuk mencapai tujuan syariah.

Dalam konteks pengelolaan tambang, prinsip ini dapat menjadi acuan untuk memastikan bahwa aktifitas pertambangan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan lingkungan, serta meminimalkan dampak negatifnya. Oleh karena itu seyogyanya ormas terlebih dahulu melakukan studi kelayakan dan kapasitas yang komprehensif.

Prinsip kelayakan tersebut meliputi: Pertama, tambang harus sejalan dengan tujuan syari'ah atau dikenal maqashid syariah yaitu melindungi lingkungan (hifdz al-bi’ah), melindungi jiwa (hifdz an-nafs), melindungi harta (hifdz al-mal), dan melindungi keturunan (hifdz al-nasl).

Berdasarkan prinsip tersebut pengelolaan tambang harus sejalan dengan tujuan syariah yang bermakna wajib menerapkan kebijakan yang melindungi lingkungan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat setempat. Islam mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan hidup.

Aktivitas yang merusak lingkungan, seperti pencemaran air dan udara serta kerusakan ekosistem, bertentangan dengan prinsip pemeliharaan lingkungan. Allah berfirman dalam Surat Al-A’raf ayat 57: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”

Kedua, maslahah mursalah atau kemanfaatan umum. Penerapan pengelolaan tambang harus dapat memastikan bahwa kegiatan tambang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, serta mengurangi dampak negatifnya.

Dengan fokus pada pembangunan infrastruktur, diversifikasi ekonomi, pendidikan dan pelatihan, kesehatan dan keselamatan lingkungan, transparansi dan akuntabilitas, serta konservasi dan rehabilitasi lingkungan, pengelolaan tambang dapat sejalan dengan prinsip kemaslahatan dalam Islam.

Prinsip ini memastikan bahwa keuntungan tambang tidak hanya dirasakan oleh segelintir orang, tetapi oleh masyarakat luas dan generasi mendatang. Allah berfirman dalam Surat Al-Anbiya’ ayat 107: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”

Ketiga, ta’awun atau kerja sama. Prinsip kerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan harus menjadi landasan dalam pengelolaan tambang, bukan dalam dosa dan permusuhan. Prinsip ini mengarahkan semua pihak untuk bekerja bersama demi tujuan yang bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.

Maka perlu untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan dalam pengelolaan tambang.

Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 2: “Dan tolotng menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Ketika ketiga prinsip tersebut dapat dipastikan berjalan dan dapat diterapkan oleh sebuah ormas beserta turunan operator di lapangan, maka keputusan menerima alokasi tambang dapat dimengerti.

Sebaliknya, ketika sebuah ormas belum dapat memastikan ketiga prinsip tersebut sulit diterapkan, maka menolak tentu lebih baik.


*) Penulis adalah Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya.
 

Copyright © ANTARA 2024