Jakarta (ANTARA) -
"Kooptasi kehendak politik rakyat oleh elite partai politik tersebut sesungguhnya merampas hak masyarakat untuk mendapatkan calon kepala daerah yang terbaik, dan banyak untuk dipilih, dan nantinya akan memimpin daerah mereka setidaknya lima tahun ke depan," kata Kholil Pasaribu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.
Berikutnya, kata dia, calon tunggal pada pilkada akan merusak hakikat pemilihan tersebut yang mensyaratkan adanya kontestasi yang setara dan adil di antara kontestan.
Menurut dia, pilkada tanpa kontestasi merupakan kebohongan yang dibalut dengan tata cara dan prosedur demokrasi.
"Ketiga, partai politik semakin kehilangan kecerdasan, kemandirian dan independensinya dalam mengelola organisasi politiknya. Partai politik sebagai rumah produksi calon pemimpin daerah, dan negara menjadi kehilangan peran dan fungsinya sama sekali," ujarnya.
Terakhir, kata Kholil, sikap elite partai politik yang mendukung calon tunggal diperkirakan akan merusak masa depan demokrasi.
Baca juga: CSIS: skenario calon tunggal Pilkada Jakarta itu sudah "kebablasan"
Ia berpendapat bahwa calon tunggal pilkada menjadi pilihan karena tingginya persentase syarat pencalonan kepala daerah, yakni 20 persen jumlah kursi atau 25 persen jumlah suara sah dari Pemilu 2024.
"Hal itu sesuatu yang mungkin untuk diatasi. Partai politik dapat melakukan revisi terbatas terkait syarat pencalonan yang ada dalam Undang-Undang Pilkada. Hanya saja, pilihan ini tidak mau dilakukan karena bagi partai politik, bergabung secara bersama-sama dengan partai lain jauh lebih menguntungkan, terutama bagi partai yang tidak memiliki kader yang layak dijual," katanya.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan data yang dihimpun, sejak Pilkada 2015, tren kenaikan calon tunggal terus meningkat.
"Pada Pilkada 2015 terdapat tiga calon tunggal, Pilkada 2017 terdapat sembilan calon tunggal, Pilkada 2018 terdapat 16 calon tunggal, dan Pilkada 2020 terdapat 25 calon tunggal. Dari 53 kasus calon tunggal yang ada, hanya satu calon yang pernah mengalami kekalahan. Artinya, peluang kemenangan calon tunggal pada pilkada sangat tinggi, mencapai 98,11 persen.
Baca juga: Perludem: Jumlah calon tunggal meningkat karena parpol ingin menang
Baca juga: PKB sebut kotak kosong bisa terjadi di Pilkada Jakarta
Baca juga: NasDem sedih bila Pilkada Jakarta hanya calon tunggal
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024