Jakarta (ANTARA) - Ada dua peristiwa penting yang terjadi pada akhir bulan Juli lalu yang sangat relevan dengan dunia kedokteran.

Pertama, pertemuan para Dekan Fakultas Kedokteran (FK) se-Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) di Pontianak, Kalimantan Barat pada 21--22 Juli 2024.

Kedua, penerbitan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Pertemuan para Dekan FK se-Indonesia dalam ajang Forum Dekan AIPKI dilaksanakan setiap tahun dan membicarakan hal-hal penting dan mendesak dalam pendidikan kedokteran di Indonesia.

Salah satu yang dibicarakan dalam forum itu adalah rancangan kurikulum pendidikan dokter yang disebut sebagai draf Standar Nasional Pendidikan Dokter Indonesia (SNPKI). Draf ini berisi rancangan kurikulum pendidikan dokter yang nantinya akan diusulkan oleh AIPKI untuk ditetapkan sebagai dasar kurikulum pendidikan dokter di Indonesia untuk menggantikan Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia (SPPDI, 2012) yang masih dipakai hingga saat ini.

Lalu apa pentingnya ‘Bela Negara’, ‘Ketahanan Nasional’ atau ‘Ketahanan Negara’ dalam pendidikan kedokteran di Indonesia.

Dokter (non-militer) memiliki peranan strategis terkait ketahanan nasional atau ketahanan negara karena ketahanan negara tidak hanya terbatas pada aspek militer, tetapi juga mencakup kemampuan suatu negara melindungi dan memulihkan kesejahteraan warganya dalam situasi krisis.

Dokter memiliki peran vital dalam menjaga kesehatan publik, yang merupakan salah satu pilar utama ketahanan negara. Apalagi jika menelisik bagaimana nantinya kehadiran dokter asing di Indonesia berpeluang memengaruhi  ketahanan nasional ini.

Amanah ‘Ketahanan Nasional’ bisa ditelusuri dalam UU Kesehatan Nasional Nomor 17/23 dan aturan turunannya dalam PP Nomor 28/2024 yang baru keluar pada 26 Juli lalu.

Dalam UU Kesehatan istilah ‘Ketahanan Nasional’ disebut dua kali, yakni dalam Pasal 326 terkait dengan produk farmasi nasional oleh pabrik dalam negeri, dan dalam penjelasan Pasal 329 terkait dengan hilirisasi penelitian nasional dalam konteks produk penelitian laboratorik menjadi produk komersial.

Sementara, dalam PP istilah itu hanya disebut sekali, yakni dalam penjelasan Pasal 1028 ayat 4, terkait perlindungan kepada masyarakat serta pelaksana penelitian dan pengembangan dari bahaya penyalahgunaan perpindahan tangan material, muatan informasi, dan/atau data yang berkaitan dengan penyakit dan kesehatan, termasuk penyalahgunaan sebagai senjata, bahan senjata biologi, dan/atau yang dapat menimbulkan kerugian lainnya.

Penyebutan ini lebih dari sekadar sebutan biasa tentunya, tetapi dapat menjadi pedoman bagi semua kalangan yang beraktivitas di bidang kesehatan dan kedokteran. Dokter lulusan fakultas kedokteran di Indonesia tentunya akan bekerja menurut UU Kesehatan dan PP ini.

Itulah sebabnya, pendidikan kedokteran harus memberi perhatian yang sepatutnya terhadap ‘Ketahanan Nasional’ atau ‘Ketahanan Negara’ ini. Sayangnya, konsep ketahanan negara ini belum sepenuhnya dipahami oleh para profesional kesehatan, khususnya para dokter.


Peran strategis dokter

Di dunia yang semakin kompleks dan saling terhubung, kesehatan tidak lagi menjadi isu sektoral yang terisolasi. Pandemi COVID-19 telah menunjukkan bahwa krisis kesehatan dapat dengan cepat berkembang menjadi krisis nasional yang mengancam stabilitas sosial, ekonomi, dan politik.

Dalam konteks ini, pemahaman tentang ketahanan negara menjadi sangat penting bagi semua sektor, termasuk sektor kesehatan, terutama bagaimana seorang dokter (non-militer) harus memainkan peranan strategisnya.

Pandemi COVID-19 memberikan banyak pelajaran berharga, antara lain, rapuhnya sistem kesehatan dapat berakibat fatal bagi ketahanan negara. Sebuah studi yang diterbitkan oleh WHO (2022) menunjukkan bahwa sistem kesehatan yang kuat adalah komponen kunci dalam mempertahankan ketahanan nasional, terutama dalam menghadapi ancaman yang tidak konvensional seperti pandemi atau bioterorisme.

Perdefinisi, peperangan asimetris dapat meliputi upaya-upaya membobol ketahanan suatu negara melalui penyusupan dan intervensi dalam sistem pendidikan dan sistem kesehatannya.

Pandemi COVID-19 menjadi contoh nyata bagaimana krisis kesehatan dapat mengguncang fondasi ketahanan negara. Dari banyak berita, ulasan dan artikel ilmiah, kita tahu bahwa ketidakmampuan dalam merespons krisis kesehatan dengan cepat dapat menyebabkan kehancuran yang meluas, seperti yang terjadi di beberapa negara selama pandemi.

Mengutip Mark Honigsbaum yang menelusuri pelbagai pandemi dalam 100 tahun terakhir, yang kemudian dituangkan dalam bukunya "The Pandemic Century: One Hundred Years of Panic, Hysteria, and Hubris" (W.W.Norton, 2019), diketahui bahwa pandemi dapat menghancurkan tidak hanya kesehatan masyarakat tetapi juga ekonomi, stabilitas sosial, dan bahkan keamanan nasional.

Di era modern, bahkan ancaman terhadap ketahanan negara tidak selalu datang dalam bentuk serangan militer konvensional. Perang asimetris, termasuk bioterorisme, serangan siber, dan infiltrasi melalui sektor kesehatan, menjadi ancaman yang semakin nyata.

Rod Thornton, dosen dan penulis yang banyak meneliti soal ketahanan negara, berpendapat dalam bukunya "Asymmetric Warfare: Threat and Response in the 21st Century" (Roudlege, 2008) bahwa serangan terhadap infrastruktur kritis, termasuk sistem kesehatan, dapat melumpuhkan negara dengan cara yang halus namun efektif. Ketahanan sistem kesehatan, oleh karena itu, menjadi benteng pertama dalam melawan ancaman semacam itu.

Dokter memainkan peran krusial dalam ketahanan nasional, jauh melampaui fungsi klinis mereka. Di garis depan, mereka tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga menjaga stabilitas sosial dan ekonomi negara dalam menghadapi krisis kesehatan.

Pandemi COVID-19 menjadi bukti nyata bagaimana kesehatan masyarakat yang kuat adalah pilar utama ketahanan negara. Tanpa dokter yang siap dan sistem kesehatan yang tangguh, ancaman kesehatan seperti pandemi, bioterorisme, atau bencana alam dapat mengguncang fondasi negara, memicu ketidakstabilan politik, dan meruntuhkan ekonomi.

Oleh karena itu, dokter (sipil) harus dipersiapkan dengan pemahaman mendalam tentang ketahanan nasional karena kesehatan masyarakat adalah benteng pertama dalam menjaga stabilitas dan keamanan negara. Kesadaran akan ketahanan nasional ini harus dimulai sejak mereka menjadi di fakultas kedokteran.


Integrasi ketahanan negara dalam pendidikan dokter

Meskipun peran strategis sektor kesehatan dalam ketahanan negara sangat jelas, banyak kurikulum pendidikan dokter saat ini masih fokus pada aspek klinis dan kurang menekankan pada pemahaman taktis-strategis tentang ketahanan nasional. Apalagi pemahaman visioner yang berisi prediksi-prediksi kehidupan bangsa di masa depan.

Memasukkan ketahanan negara ke dalam kurikulum pendidikan dokter akan memberikan para dokter perspektif yang lebih luas tentang peran mereka dalam menjaga stabilitas nasional.

Mereka tidak hanya akan dilatih untuk merespons kondisi darurat medis, tetapi juga untuk memahami bagaimana menjaga kesehatan masyarakat dalam konteks ancaman yang lebih besar terhadap stabilitas negara. Dengan demikian, dokter masa depan akan lebih siap untuk berkontribusi pada ketahanan nasional, baik dalam situasi damai maupun krisis.

Dengan memasukkan ketahanan negara dalam kurikulum pendidikan dokter (nonmiliter), Pemerintah Indonesia akan memastikan bahwa dokter-dokter masa depan memiliki wawasan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks di era globalisasi. Ini sejalan dengan upaya nasional untuk memperkuat ketahanan negara melalui pendekatan yang holistik dan terintegrasi.

Dokter yang memiliki pemahaman strategis tentang ketahanan negara dapat menjadi mitra yang efektif dalam merancang kebijakan, yang tidak hanya memperbaiki layanan kesehatan, tetapi juga mendukung ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai tantangan masa depan.

Program penempatan dokter di pelbagai daerah akan membuat mereka menjadi garda terdepan dalam membangun ketahanan nasional. Penerapan ini tidak hanya akan memperkuat sistem kesehatan Indonesia tetapi juga akan berkontribusi pada stabilitas dan keamanan bangsa, memastikan bahwa Indonesia siap menghadapi tantangan global di masa depan.

Mengintegrasikan ketahanan nasional dalam kurikulum pendidikan dokter memerlukan pendekatan yang sistematis dan kolaboratif, mulai dari hulu hingga hilir. Dari hulu dapat dimulai dengan memasukkan kemampuan bela negara atau ketahanan negara ke dalam profil dokter Indonesia atau Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL).

Bahkan Lembaga Akreditasi Pendidikan Kedokteran (LAMPTKes) dapat menetapkan kriteria baru yang mencakup kompetensi dalam ketahanan nasional. Misalnya, lulusan kedokteran harus menunjukkan pemahaman dan kemampuan untuk merespons krisis kesehatan dengan efektif sebagai bagian dari ujian akhir atau proses sertifikasi.

Di hilir, beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan untuk ini, antara lain, pengembangan modul khusus tentang ketahanan nasional, kurikulum terintegrasi, di mana kurikulum pendidikan dokter dapat diperluas dengan menambahkan modul khusus tentang ketahanan nasional.

Modul ini harus mencakup topik-topik seperti sistem kesehatan sebagai pilar ketahanan negara, kesiapsiagaan menghadapi pandemi, respons terhadap bencana, dan ancaman bioterorisme, serta penyusupan ideologi dan budaya luar. Bisa juga dengan pengembangan materi pembelajaran yang baru terkait ketahanan nasional yang disisipkan dalam modul-modul lain yang sudah ada. Karya Ilmiah mahasiswa atau skripsi juga dapat diarahkan secara sistematis dengan topik-topik terkait ketahanan negara.

Di klinis, rotasi klinis di fasilitas kesehatan darurat atau pusat krisis, dapat dijadikan sebagai bagian dari pendidikan profesi. Pengalaman ini akan memberikan pemahaman langsung tentang bagaimana dokter beroperasi di bawah tekanan dan bagaimana mereka berkontribusi pada ketahanan nasional.

Strategi lain berupa kolaborasi antarlembaga, di mana institusi pendidikan kedokteran bisa bekerja sama dengan badan-badan pemerintah terkait untuk mengembangkan konten yang relevan. Kemitraan ini akan memastikan bahwa materi yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan nasional dan dapat diaplikasikan secara praktis dalam pendidikan kedokteran.

Dari beberapa strategi di atas, pilihan terbaik adalah memasukkan kemampuan bela negara atau ketahanan nasional sebagai bagian dari Profil Dokter Indonesia dan LAMPTKes memasukannya sebagai Kriteria Ke-10 dalam akreditasi fakultas kedokteran. Dengan cara ini, pelbagai turunan implementatif di kurikulum dapat dilakukan dengan ragam pendekatan yang berbeda antara pelbagai institusi pendidikan kedokteran di Indonesia.

Mengintegrasikan ketahanan nasional dalam kurikulum pendidikan dokter bukan hanya tentang menambah beban akademik, melainkan tentang mempersiapkan tenaga medis yang lebih siap menghadapi tantangan global dan nasional yang semakin kompleks.

Dengan pemahaman yang kuat tentang ketahanan nasional, dokter masa depan akan lebih mampu berkontribusi pada kesehatan publik dan stabilitas negara, menjadikan sektor kesehatan sebagai benteng pertahanan pertama dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan bangsa.


*) Taufiq Fredrik Pasiak adalah Dekan Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta, Pengurus Pusat AIPKI

Editor: Achmad Zaenal M

Copyright © ANTARA 2024