Kairo (ANTARA News) - Sepuluh orang tewas dalam kekerasan di Mesir pada Rabu, beberapa bulan menjelang pemilihan presiden dimaksudkan untuk menempatkan Mesir kembali pada jalur demokrasi setelah militer mengambil alih Juli lalu.

Menurut laporan Reuters, di Provinsi Qalubiya, utara Kairo, dua tentara tewas dalam baku-tembak dengan gerilyawan Islam, kata Kementerian Dalam Negeri, dan menambahkan bahwa enam geilyawan tewas dan delapan ditangkap dalam serangan di satu fasilitas penyimpanan senjata.

Seorang anak 13 tahun ditembak mati di Mesir selatan dan satu pria tewas di Kairo, keduanya dalam bentrokan antara polisi dan pendukung Presiden terpilih Mohamed Moursi yang digulingkan dari Ikhwanul Muslimin, kata kementerian kesehatan.

Kekerasan, yang telah terjadi di Mesir sejak pemberontakan rakyat otokrat menggulingkan Hosni Mubarak pada 2011, diperkirakan akan intensif pada saat negara mempersiapkan pemilihan presiden, yang diperkirakan Panglima Militer Marsekal Abdel Fattah al-Sisi akan menang dengan mudah.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan dua tentara tewas dalam satu serangan terhadap para anggota Ansar Bayt al-Maqdis, kelompok gerilyawan yang paling aktif di Mesir.

Kelompok yang berbasis di Sinai ini mengaku bertanggung jawab atas beberapa serangan besar, termasuk percobaan pembunuhan pada Menteri Dalam Negeri tahun lalu.

Seorang pejabat kesehatan mengatakan, seorang anak 13 tahun ditembak mati dalam bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa pro-Moursi di kota Beni Suef, selatan Kairo. Kementerian Dalam Negeri mengatakan 12 pengunjuk rasa ditangkap.

Demonstrasi-demonstrasi juga berlangsung di beberapa tempat di ibu kota. Sumber-sumber medis mengatakan sekitar 40 demonstran pro- Moursi terluka oleh tembakan senapan burung atau gas air mata di dekat Universitas Kairo.

(H-AK)

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014