kondisi di mana tingkat bunga masih akan relatif tinggi sampai dengan akhir tahun, punya dampak kepada industri fintech
Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior Chatib Basri mengingatkan perusahaan financial technology (fintech) harus menerapkan strategi path to profitability di tengah kondisi tingkat suku bunga yang diperkirakan masih relatif tinggi hingga akhir tahun.
“Kita mungkin berhadapan dengan kondisi di mana tingkat bunga masih akan relatif tinggi sampai dengan akhir tahun, dan ini punya dampak kepada industri fintech. Dalam kondisi seperti ini cost of fund akan menjadi relatif mahal, maka mau tidak mau setiap perusahaan fintech harus menerapkan strategi path to profitability,” kata Chatib dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Dia mencontohkan keberhasilan India yang melakukan technology diffusion sehingga teknologi menjadi bagian dari keseharian masyarakat.
Menurut dia, India memiliki kemiripan dengan Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, vibrant democracy, dan bureaucratic hurdles.
“Dalam konteks ini, peran dari AFPI menjadi sangat krusial untuk meningkatkan produktivitas, untuk meningkatkan inklusi keuangan (financial inclusion),” kata Chatib yang merupakan Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) sekaligus Menteri Keuangan Periode 2013-2014.
Baca juga: Pemerintah himpun pajak Rp26,75 triliun dari ekonomi digital per Juli
Baca juga: AFTECH Annual Members Survey 2024 diluncurkan
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending pada periode Juni 2024 meningkat 26,73 persen year on year (yoy), dengan nominal sebesar Rp66,79 triliun.
Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) di industri fintech P2P lending dalam kondisi terjaga di posisi 2,79 persen, menurun dibandingkan pada Mei 2024 sebesar 2,91 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman meyakini pertumbuhan tersebut merupakan kerja keras dari pelaku ekosistem industri untuk membuat industri survive dalam jangka panjang.
Dia menambahkan OJK juga mendukung industri untuk mencari branding baru atas penyebutan istilah “pinjol” yang lekat dengan industri fintech karena kerap dikonotasikan negatif oleh masyarakat.
Padahal, industri fintech juga membantu perekonomian dan sektor keuangan karena menyentuh masyarakat akar rumput dengan akses pinjaman (lending) yang masih terbatas.
Mengingat industri fintech menghadapi tantangan dan peluang di masa depan, pada Selasa (6/8) AFPI pun menggelar “AFPI CEO Forum 2024” di Jakarta.
Acara ini dinilai berhasil menjadi titik temu bagi para pelaku industri fintech lending untuk membahas berbagai permasalahan. Forum juga menghadirkan pihak regulator serta kementerian dan lembaga.
“AFPI CEO Forum 2024” menyoroti pentingnya adaptasi terhadap dinamika pasar yang semakin cepat. Adapun salah satu poin penting yang mengemuka yaitu komitmen bersama untuk memberantas praktik pinjaman online (pinjol) ilegal dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
Baca juga: OJK cabut izin usaha 66 penyelenggara fintech P2P lending
Baca juga: CELIOS: Mayoritas konsumen cek legalitas fintech lewat situs regulator
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024