Jakarta (ANTARA News) - Pertanyaan mengenai apakah para penumpang Malaysia Airlines MH370 telah berusaha menghubungi orang-orang dekatnya di daratan untuk mengabarkan keganjilan akibat terbang lebih lama dari seharusnya, memperkelam misteri di balik pesawat hilang tersebut.

"Malam ini, sekitar pukul 11.40 pagi, saya menelpon abang saya dua kali, dan saya mendengar nada dering," kata Bian Liangwei, adik seorang penumpang MH370, kepada International Business Times, Selasa pekan lalu.

Pada pukul 14.00 Bian mengaku menelepon lagi dan kembali lagi dia mendengar nada dering. "Jika saya terus menelepon, polisi bisa menjejak posisinya, dan mungkin dia selamat," kata Bian.

Namun juru bicara Malaysia Airlines Ignatius Ong berkata lain. "Saya sendiri menelepon (kokpit pesawat) sebanyak lima kali sedangkan pusat komando pesawat juga beberapa kali. Kami tak mendengar ada nada dering," kata Ong.

Namun yang paling mengusik banyak kalangan adalah, mengapa tidak ada panggilan telepon dari dalam MH370?

Pertanyaan ini terutama merujuk pengalaman beberapa insiden penerbangan lain sebelumnya, misalnya penerbangan United Airlines nomor penerbangan 93 yang dibajak 11 September 2001.

Di sini, penumpang bisa membuat dua kali panggilan telepon dalam momen-momen terakhir pesawat itu. Beberapa panggilan bahkan menggunakan airphone (telepon udara).

Jika metada bisa terdeteksi dari ponsel pada United 370, mengapa tidak pada MH370?

Karena, para paker telekomunikasi, MH370 terbang terlalu tinggi atau terlalu cepat bagi menara telekomunikasi seluler untuk meregistrasinya. Namun analisis rekaman telepon seluler yang hati-hati perlu disempurnakan agar lebih tepat lagi.

"Sejauh ini, kami tidak punya satu pun bukti dari perusahaan telepon yang mencoba mengontak penumpang," kata CEO Malaysia Airlines Ahmad Jauhari Yahya seraya menyebut ada jutaan rekaman telepon yang mesti diselidiki sebagai bagian dari penyelidikan.

Tak lebih dari 10.000 kaki

Apakah MH370 terbang terlalu tinggi? Menurut analisis radar, pesawat ini diyakini terbang paling tinggi 45.000 kaki dan paling rendah 23.000 kaki. Bahkan yang paling rendah sekali pun tetap terlalu tinggi untuk meregistrasi menara seluler (BTS).

"Jika mencermati data, tingkat ketinggian terbang pesawat itu terlalu tinggi," kata Vincent Lau, spesialis komunikasi nirkabel dan profesor Jurusan Mesin dan Rekayasa Komputer, Universitas Sains dan Teknologi, Hongkong, kepada CNN.

"Bahkan di darat pun tak akan mudah menerima telepon dari jarak sejauh itu, dan jika Anda sedang terbang keadaannya makin lebih sulit lagi karena pada sudut-sudut seperti itu Anda hanya menerima apa yang kami sebut kebocoran pada sisi putaran antena, yang secara substansial lebih lemah ketimbang sinyal-sinyal dari sisi utama stasiun pangkalan."

Karena kursi kelas bisnis pada pesawat biasanya dilengkapi telepon yang bekerja via satelit, maka akan mudah untuk mematikan sistem itu dari dalam pesawat, kata Lau.

Sementara laporan yang menyebutkan pesawat telah terbang sampai setinggi 5.000 kaki atau sedikit di atas tebing gunung --kemungkinan untuk menghindari deteksi radar-- tak terbuktikan.

"Untuk tingkat ketinggian, maka itu tidak boleh lebih tinggi dari sekitar 10.000 kaki. Lebih rendah dari itu, akan bermasalah," kata Bill Rojas, direktur riset telekomunikasi IDC Asia Pacific.

Tidak seperti wilayah perkotaan di mana antena telepon seluler biasanya menunjuk ke bawah, BTS di pedesaan yang biasanya setinggi 30-45 meter kerap mengarah ke sudut yang mencakupi area lebih lapang.

Intinya, jika Anda berada di langit tinggi, Anda bisa menerima sinyal dengan sangat baik, kata Rojas.

"Jika pesawat itu terbang di atas Malaysia utara atau Thailand selatan --yang pada dasarnya area pedesaan-- maka sangat mungkin BTS bisa meregistrasi sinyal telepon, dengan catatan telepon itu hidup," kata Rojas. "Secara teknis itu mungkin."

Mengambil data

Jika ponsel pintar dalam keadan hidup dan teregistrasi pada BTS, maka rekaman telepon akan relatif mudah diambil.

"Registrasi biasanya dilogin dan tergantung pada operator yang membuat registrasi itu terus berlangsung selama beberapa jam, hari atau bulan," kata Rojas.

Pakar telekomunikasi itu mengatakan dia telah memokuskan nomor telepon para penumpang asal Thailand atau Malaysia.

"Saya asumsikan pihak berwenang memeriksa operator-operator mobile dengan membandingkan nomor ponsel penumpang yang diketahui, guna melihat apakah ada "ping" atau registrasi jaringan yang gagal atau berhasil di Malaysia utara atau Thailand Selatan atau bahkan Indonesia," kata Rojas.

"Penumpang yang memiliki kapabilitas atau nomor lokal Malaysia --jika pesawat itu lagi di atas Malaysia-- secara teoritis bisa diregistrasi di jejaring tersebut andai ponselnya hidup.

"Jika penumpang tidak punya roaming internasional maka akses mereka akan ditolak jaringan itu dan dalam jangka waktu tertentu mungkin disimpan oleh jaringan itu."

Jika rekaman metadata itu otomatis terhapus setelah beberapa hari atau jam, bisakah rekaman itu diperoleh?

"Setiap operator mobile memiliki panduannya sendiri untuk durasi penyimpanan metadata dan biasanya tak akan dipublikasikan demi keamanan nasional dan penegakan hukum."

Rojas mengatakan sejauh kecepatan yang dicermati, pesawat mesti terbang dalam kecepatan di bawah 250 km per jam agar penumpang bisa mengirimkan dan menerima panggilan telepon.

Penumpang di atas kereta super cepat di Jepang dan negara-negara lainnya bisa menelepon via jaringan 3G berkecepatan di atas 240 km per jam, tapi BTS tidak mampu meregistrasi sinyal di atas kecepatan itu, kata Rojas.

sumber: CNN.com dan International Business Times

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014