Jakarta (ANTARA) - Lima kata untuk Rizki Juniansyah: luar biasa hebat, sungguh menakjubkan.
Atlet belia ini mempersembahkan medali emas kedua untuk Indonesia dalam Olimpiade Paris 2024, setelah berjaya dalam kelas 73kg putra di South Paris Arena 6, Prancis, Kamis malam waktu setempat atau Jumat dini hari WIB.
Atlet kelahiran Serang, Banten pada 17 Juni 2003 itu menjadi atlet Indonesia ke-15 yang mempersembahkan medali emas Olimpiade. Dia membuat angkat besi sebagai cabang olahraga ketiga yang berhasil mendapatkan medali emas Olimpiade setelah bulu tangkis dan panjat tebing.
Lifter pertama Indonesia yang dikalungi emas Olimpiade itu telah membuat "Indonesia Raya" berkumandang di arena angkat besi setelah 24 tahun senior-seniornya mencoba dengan keras melakukan hal itu dalam enam Olimpiade. Untuk pertama kali sejak Olimpiade Barcelona 1992, Indonesia kembali mengumpulkan dua medali emas.
Angkat besi sendiri memiliki tradisi menyumbangkan medali Olimpiade kepada Indonesia sejak Olimpiade Sydney 2000.
Ketika itu, satu medali perak dari Raema Lisa Rumbewas dan dua medali perunggu dari Sri Indriyani dan Winarni yang semuanya lifter putri, melengkapi medali emas yang dipersembahkan ganda putra bulu tangkis Tony Gunawan/Candra Wijaya, serta dua medali perak yang direbut tunggal putri Minarti Timur dan tunggal putra Hendrawan.
Sejak itu, angkat besi tak pernah absen menyumbangkan medali kepada Indonesia, bahkan lifter Eko Yuli Irawan loyal menyumbangkan medali dari empat Olimpiade, mulai 2008 di Beijing sampai Tokyo 2020 tiga tahun lalu.
Sayang, perjuangan heroik Eko pada Olimpiade kelimanya di Paris dua hari lalu, tak berhasil mempersembahkan medali karena cedera yang akut menghalanginya untuk naik podium medali.
Tapi, kegagalan Eko rupanya hanyalah awal untuk terbukanya babak baru angkat besi Indonesia dan sekaligus terciptanya sebuah sejarah.
Setelah bolak balik mempersembahkan medali perak dan perunggu selama 24 tahun, salah satu cabang olahraga yang menjadi andalan Indonesia itu akhirnya sukses mempersembahkan medali emas.
Rizki Juniansyah yang masih berusia 21 tahun telah memancangkan kuat-kuat tonggak prestasi itu dan menciptakan sejarah dengan cara yang fenomenal.
Bukan hanya menyabet medali emas, Rizki juga menciptakan rekor Olimpiade angkatan clean & jerk dengan 199 kg, untuk membuat total angkatannya menjadi 354 kg atau terbesar dibandingkan dengan lifter-lifter lain sehingga medali emas Olimpiade pun menjadi ganjarannya.
Tak ada atlet lain yang bisa melewati kemampuannya membuat angkatan clean & jerk dengan beban barbel 199 kg. Hebatnya, dia melakukan hal ini dari kesempatan kedua, yang dia naikkan delapan kilogram lebih berat dari kesempatan pertamanya.
Baca juga: Rizki Juniansyah tambah emas untuk Indonesia pada Olimpiade Paris
Baca juga: Klasemen medali: Amerika masih pertama, Indonesia naik ke peringkat 28
Halaman berikut: Rizki memang ditakuti lawan berkat prestasinyaDitakuti lawan
Dalam angkatan snatch, Rizki dengan membukukan 155 kg setelah upayanya mengangkat beban 162 kg gagal pada kesempatan ketiga, sempat terungguli lifter China Shi Zhiyong yang dalam angkatan ini mencatat 165 kg.
Rizki juga bukan satu-satunya lifter yang berhasil mengangkat beban 155 kg pada angkatan snatch, karena beban sama juga berhasil diangkat oleh atlet Kolombia, Luis Mosquera.
Rizki, Zhiyong dan Mosquera pun berada di pacuan terdepan dalam mendapatkan emas kelas 73kg putra, sebelum semua lifter mengawali adu kuat dalam angkatan clean & jerk.
Ternyata, Zhiyong dan Mosquera gagal dalam semua dari tiga kesempatan mereka masing-masing pada angkatan clean & jerk. Hanya Rizki yang berhasil.
Dalam angkatan ini Rizki mendapatkan perlawanan sengit dari lifter Thailand Weeraphon Wichuma yang masih berusia 19 tahun.
Wichuma hanya berselisih satu kilogram dari Rizki pada angkatan ini, tapi dengan 198 kg dia menciptakan rekor dunia junior clean & jerk 73kg putra.
Wichuma akhirnya mendapatkan medali perak dengan total angkatan 346 kg, sedangkan medali perunggu menjadi milik Bozhidar Dimitrov Andreev dari Bulgaria setelah membuat total angkatan 344 kg.
Baca juga: Rizki disegani para lifter Olimpiade Paris
Tanda-tanda Rizki akan sukses dalam Olimpiade Paris 2024 sudah terlihat lama sejak dia memenangkan medali emas Piala Dunia 2024 di Phuket, Thailand, dan medali perak 73kg dalam Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2022 di Bogota, Kolombia.
Dia juga merebut medali emas kelas yang sama dalam Islamic Solidarity Games 2021 di Konya, Turki.
Sebelum itu dia mendapatkan medali emas dari Kejuaraan Dunia Angkat Besi Junior 2021 di Tashkent, Uzbekistan, dan setahun kemudian di Heraklion, Yunani.
Dengan bekal-bekal menyeramkan sebelum menjajal arena angkat besi Olimpiade 2024 di South Paris Arena 6, tak heran Rizki menjadi momok bagi lawan-lawannya.
Rupanya, perkataan Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari bahwa Rizki disegani oleh lawan-lawannya, ada benarnya.
Menurut Oktohari, Rizki sudah lama menjadi buah bibir angkat besi dan sangat ditakuti oleh lawan-lawannya karena menjadi pemegang rekor dunia 73kg putra dengan total angkatan 365 kg pada Piala Dunia 2024 di Phuket, Thailand.
Rizki juga disebut oleh Ketua Umum PB PABSI Rosan Roeslani sebagai atlet yang sangat bersemangat.
Baca juga: Raih medali emas, Rizki Juniansyah: Kado untuk HUT ke-79 RI
Baca juga: Rizki Juniansyah menangis, akui emosional catat sejarah Olimpiade
Halaman berikut: Dengan usianya yang relatif masih muda, Rizki menyiratkan prospek cerah Prospek cerah
PB PABSI sendiri memperhatikan baik-baik perkembangan dan potensi atlet-atletnya, termasuk Rizki.
Rizky, Eko Yuli Irawan dan Nurul Akmal pun dikandangkan dulu selama tiga pekan sebelum Olimpiade Paris untuk menjalani pemusatan latihan di Montpellier yang jauh dari kota Paris.
Tak hanya faktor teknis yang ditekankan kepada ketiga lifter pembawa misi besar di Paris, karena PB PABSI juga memperhatikan betul faktor-faktor pendukung seperti gizi dan psikologi atletnya agar tampil maksimal di gelanggang kompetisi.
Menurut Rosan yang mantan duta besar Indonesia untuk AS dan mantan ketua Kadin, dalam Olimpiade faktor mental menjadi sangat penting, khususnya untuk Rizki yang masih belia.
Ternyata, strategi serta jerih payah itu dan pastinya yang utama usaha besar Rizki sendiri, berbuah manis dengan medali emas kedua Indonesia pada Olimpiade Paris 2024, yang direbut pada hari yang sama dengan atlet panjat tebing Veddriq Leonardo meraih emas dari nomor speed putra.
Yang sangat menarik di balik sukses Rizki adalah prospek cerah yang dia tawarkan kepada Indonesia pada Olimpiade-Olimpiade berikutnya.
Dia melakukan debut Olimpiade dalam usia 21 tahun, atau dua tahun lebih lambat dari pada Eko Yuli Irawan yang melakukan debut Olimpiade dalam usia 19 tahun pada 2008.
Jika Eko yang masih berkompetisi dalam usia 35 tahun, menjadi benchmark, maka Rizki memiliki waktu minimal 14 tahun lagi atau tiga Olimpiade untuk terus berprestasi emas seperti sekarang.
Dalam Olimpiade Paris ini sendiri, Indonesia masih berkesempatan menambah medali karena andalan Merah Putih dalam kelas +81kg putri, Nurul Akmal, baru turun gelanggang Minggu lusa pukul 16.30 WIB.
Tiga tahun lalu pada Olimpiade Tokyo 2020, Nurul finis urutan kelima dalam kelas +87kg putri.
Lifter kelahiran Aceh 31 tahun lalu itu kini berusaha sukses dalam kelas +81kg putri, yang selama ini dikuasai oleh Li Wenwen dari China.
Nurul pastinya harus berjuang sangat keras dan menghadapi tantangan yang terjal, tapi tak ada kata mustahil dalam olahraga.
Dia tetap berkesempatan mempertahankan tradisi lifter putri selalu mempersembahkan medali sejak Olimpiade Sydney 2000. Nurul tetap berpeluang mengikuti jejak "Hercules" baru Indonesia, Rizki Juniansyah.
Baca juga: Kado indah Veddriq Leonardo untuk terawatnya tradisi emas Olimpiade
Baca juga: Menkominfo: Emas Veddriq untuk Indonesia jadi kebanggaan masyarakat
Copyright © ANTARA 2024