Biasanya pelaku peretasan memanfaatkan waktu akhir pekan, untuk melakukan aksinya karena rekonsiliasi data bank umum dan BI-Fast dilakukan di hari kerja
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Yuddy Renaldi mengingatkan, kesiapan adopsi teknologi yang dibarengi dengan pelatihan dan kesadaran karyawan terhadap keamanan teknologi informasi (IT) menentukan keberhasilan BPD dalam menghadapi ancaman serangan siber.

Yuddy, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, menyampaikan bahwa ancaman serangan siber memang menjadi tantangan yang sangat serius bagi sektor perbankan. Dalam hal ini, bank pembangunan daerah (BPD) juga tidak luput dari ancaman serangan siber.

Mengingat ancaman serangan siber semakin berkembang dan kompleks seiring dengan kemajuan teknologi, Asbanda bersama BPD Kalimantan Barat (Kalbar) atau Bank Kalbar pun menggelar seminar nasional bertajuk “Ancaman Cyber Crime di Era Digital Bagi BPD Seluruh Indonesia” di Pontianak, Kalbar, Kamis (8/8).

Seminar tersebut turut menghadirkan beberapa pakar di bidangnya termasuk Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK Fithriadi dan Deputi Komisioner Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani.

Selain itu, seminar juga menghadirkan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Kalbar Brigjen Pol Yusup Saprudin dan Chairman Infobank Media Group Eko B. Supriyanto.

Pada kesempatan tersebut, Kepala BIN Daerah Kalbar Brigjen Pol Yusup Saprudi mengungkapkan sejumlah temuan kerawanan serangan siber pada perbankan daerah, salah satunya fokus perbankan yang lebih banyak pada digitalisasi yang mengikuti pergeseran perilaku nasabah.

Dia pun mengingatkan, investasi di bidang digital harus berbanding lurus dengan investasi di bidang keamanan siber (cyber security) termasuk peningkatan kesadaran mengenai keamanan siber kepada seluruh pegawai BPD.

Di sisi lain, kata Yusup, ancaman serangan kejahatan siber di bank daerah juga semakin kompleks. BPD menghadapi beberapa ancaman utama mulai dari phising dan social engineering, malware dan ransomware, hingga cryptojacking.

Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi mengungkapkan, serangan siber dilakukan secara terstruktur dengan memanfaatkan kelemahan keamanan IT.

Salah satunya, jelas Fithriadi, dengan mengimitasi script server yang digunakan untuk akses BI-Fast sehingga dana bank umum bisa dipindahkan tanpa verifikasi bank umum itu sendiri.

“Biasanya pelaku peretasan memanfaatkan waktu akhir pekan, untuk melakukan aksinya karena rekonsiliasi data bank umum dan BI-Fast dilakukan di hari kerja,” kata dia.

Dari sisi regulator, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun sangat menaruh perhatian (concern) terhadap keamanan data nasabah dari serangan siber. OJK telah mengeluarkan blueprint transformasi digital untuk industri jasa keuangan (IJK), termasuk perbankan.

Deputi Komisioner Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani menegaskan bahwa blueprint ini telah diturunkan melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2022 tentang penyelenggaraan Teknologi Bank Umum serta POJK Nomor 21 Tahun 2023 tentang Layanan Digital Bank Umum.

“Ini yang mengatur tingkat kepatuhan bank dalam adopsi teknologi yang dilakukan secara bertanggung jawab,” kata Rizal.

Baca juga: Asbanda: Jumlah penabung Simpeda meningkat capai 7.920.149 nasabah
Baca juga: Asbanda: 13 BPD telah penuhi kewajiban modal inti minimum Rp3 triliun
Baca juga: Asbanda sebut tiga tantangan BPD untuk bangun perekonomian daerah


Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024