Untuk mengawal implementasi IBSAP 20 tahun ke depan, kita melengkapinya dengan kaidah pelaksanaan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memaparkan lima kaidah pelaksanaan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) atau Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati (kehati) Indonesia 2025-2045.

“Untuk mengawal implementasi IBSAP 20 tahun ke depan, kita melengkapinya dengan kaidah pelaksanaan,” kata Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati dalam peluncuran IBSAP 2025-2045 yang dipantau secara virtual di Jakarta, Kamis.

Kaidah pertama, kata Vivi, adalah kerangka kelembagaan yang melibatkan peran pihak pemerintah dan nonpemerintah dalam proses perencanaan, implementasi, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan.

Ia melanjutkan, dalam dokumen IBSAP, disebutkan bahwa percepatan dan keberhasilan implementasi IBSAP tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat ataupun daerah, tetapi juga diperlukan upaya dan kontribusi dari lembaga non pemerintah seperti sektor swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat lokal dan/atau adat.

Untuk memastikan pembangunan yang memperhatikan aspek keberlanjutan dalam pemanfaatan kehati, maka dibutuhkan lima upaya penguatan kelembagaan. Mulai dari penguatan tata kelola dan penyusunan kebijakan, peningkatan kapasitas kelembagaan, tata kelola inklusif melalui keterlibatan aktor non-pemerintah, percepatan dan peningkatan kualitas implementasi, serta dukungan data dan informasi.

Kaidah kedua yaitu kerangka regulasi dengan melakukan pemetaan regulasi saat ini/eksisting dan identifikasi awal kebutuhan regulasi di masa mendatang, katanya.

Menurut Vivi, ketersediaan hukum formal melalui peraturan perundang-undangan diharapkan mampu mencegah kehilangan kehati dan mengoptimalkan pemanfaatan secara berkelanjutan.

Dalam implementasi pengelolaan keanekaragaman hayati (kehati) yang berkelanjutan, berbagai peraturan telah disusun untuk mewujudkan tata kelola yang efektif dan efisien. Kendati begitu, penguatan kerangka regulasi untuk memastikan tata kelola kehati yang semakin baik diperlukan perbaikan.

Beberapa bentuk perbaikan tersebut mencakup penguatan sistem hukum yang efektif, harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait areal preservasi, lalu melengkapi peraturan perundang-undangan terkait pendanaan berkelanjutan guna pengelolaan kehati, sumber daya genetik, dan Digital Sequence Information/DSI (semua informasi hasil pengembangan bioteknologi), serta pengetahuan tradisional untuk memastikan pembagian keuntungan yang adil dan seimbang.

IBSAP juga diharapkan mempunyai hukum sebagai panduan para pemangku kepentingan untuk bersama-sama mewujudkan tujuan besar pengelolaan kehati.

Selanjutnya ialah kerangka komunikasi, edukasi, dan penyadaran publik menjadi sangat penting untuk diimplementasikan agar seluruh masyarakat memahami isu-isu terkait kehati dan mampu merespon cepat setiap masalah yang ada di berbagai wilayah.

Strategi komunikasi IBSAP didasarkan variabel-variabel kondisi geografis di Indonesia, keragaman suku, budaya, bahasa, agama dan kepercayaan, lalu demografi dan pembagian wilayah, isu-isu prioritas di daerah, serta kehati endemis dan unggulan daerah. Strategi ini menjadi panduan bagi para pihak dalam mengomunikasikan dan membangun pemahaman tentang kehati, serta upaya-upaya pelestarian dan pemanfaatan yang lestari.

Kemudian kaidah keempat ialah kerangka pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi, serta memberikan update terkait pengelolaan kehati yang termuat dalam IBSAP 2025-2045. Hasil dari pemantauan dan evaluasi IBSAP dapat diakses dalam Balai Kliring Keanekaragaman Hayati (BKKHI), sehingga dapat meningkatkan integrasi dan penyebaran data, serta informasi kehati.

Pelaporan implementasi IBSAP 2025-2045 yang memuat pencapaian target nasional selanjutnya akan diolah untuk menjadi Laporan Nasional/National Report Convention on Biological Diversity (CBD).

Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan IBSAP dilaksanakan oleh kelompok kerja BKKHI yang dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai National Focal Point (NFP) CBD. Pemantauan dan evaluasi aksi pengelolaan kehati dalam IBSAP 2025-2045 ditingkatkan dengan indikator utama pembangunan pengelolaan kehati, yaitu Indeks Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (IPK) yang memiliki variabel penyusun selaras dengan target nasional IBSAP.

Keseluruhan proses ini akan berbasiskan sistem daring yang saling terhubung, sehingga data dan informasi terkait kehati Indonesia, termasuk di dalamnya capaian IPK, dapat disaling-bagikan di antara portal-portal informasi tersebut dengan portal utama, yaitu BKKHI.

Adapun kaidah terakhir kerangka pendanaan untuk identifikasi kebutuhan pendanaan kehati, pemetaan pendanaan eksisting, dan strategi mobilisasi sumber pendanaan, kata Vivi.

Solusi finansial dalam tahap implementasi yang dipersiapkan untuk mendukung IBSAP 2025-2045 antara lain yakni unlocking sukuk for biodiversity project financing, ecological fiscal transfer (EFT), institutionalize result-based budget tracking for biodiversity expenditure, developing a solution for nature-related disclosure, dan leveraging faith-based fund for biodiversity.

“Tentunya (solusi-solusi pendanaan ini) bisa digunakan untuk memobilisasi pendanaan, sehingga gap-gap pendanaan (74 persen gap pendanaan dalam IBSAP 2015-2020 dari total kebutuhan Rp167,91 triliun atau sekitar Rp33 triliun per tahun) yang ada untuk pengelolaan keanekaragaman hayati dapat dipenuhi,” ucap dia.

Baca juga: Bappenas: IBSAP 2025-2045 kembangkan berbagai solusi finansial
Baca juga: Pemerintah adopsi prinsip kehati-hatian dalam penerapan bioteknologi
Baca juga: Bappenas: Dokumen IBSAP 2025-2045 berisi 3 tujuan pengelolaan kehati

 

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024