Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah petani sayuran dari Jawa Barat dan Banten bersama Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura Indonesia mengajukan uji materi UU No. 13 tahun 2010 tentang Hortikultura khususnya pasal mengenai pembatasan investasi di sektor perbenihan hortikultura.
Sidang pendahuluan uji materiil tersebut digelar di Mahkamah Konstitusi, Selasa (18/3).
Undang-undang Hortikultura (Pasal 100 ayat 3) menyebutkan perusahaan multinasional hanya boleh menanamkan investasi maksimal 30 persen di usaha hortikultura termasuk di dalamnya sektor perbenihan.
Aturan ini bahkan diberlakukan surut terhadap perusahaan-perusahaan perbenihan yang telah menanamkan investasinya dan menghasilkan ratusan varietas benih sayuran hibrida berkualitas di Indonesia (Pasal 131 ayat 2).
Fachrudin, petani cabai yang ikut mengajukan uji materiil tersebut mengatakan bahwa kunci keberhasilan dia dalam budidaya tanaman cabai adalah penggunaan benih hibrida yang berkualitas.
Berdasarkan pengalamannya, jika menggunakan benih non hibrida maka tanaman cabai hanya menghasilkan 4 ton per hektar sementara jika menggunakan benih hibrida produksinya bisa mencapai 12 ton per satu hektar.
"Pemberlakuan UU itu akan membuat kami kesulitan mendapat benih hibrida berkualitas," kata petani tersebut.
Petani lainnya Jaenudin AM mengatakan pemberlakuan ketentuan tersebut mengancam kerjasamanya dengan perusahaan perbenihan.
"Kalau perusahaan benih tutup maka ribuan orang petani terpaksa harus mencari usaha lain. Padahal sejak adanya kerjasama tersebut kesejahteraan petani di daerah kami terus meningkat," kata ketua kelompok tani bunga mekar dari Pandeglang, Banten tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo) Afrizal Gindow mengatakan saat ini ada lebih dari 50 ribu petani dari seluruh Indonesia yang terlibat kerja sama dengan perusahaan perbenihan untuk memproduksi benih unggul berkualitas.
Dia mengatakan akibat pembatasan investasi tersebut, sudah ada perusahaan multinasional yang menutup usahanya di Indonesia dan pindah ke negara lain.
Selain itu, ia mengingatkan perusahaan yang ada saat ini juga banyak yang siap-siap mencari negara lain yang lebih ramah terhadap mereka, terutama di negara ASEAN lainnya.
"Negara lain justru membuka diri karena mengerti pentingnya industri benih. Jika ini terjadi maka Indonesia akan banyak mengimpor benih dari negara lain," katanya.
Impor benih dari negara lain akan membuat petani sayuran Indonesia kalah bersaing dari petani negara lain. "Inovasi dan potensi produksi sayuran Indonesia juga akan terancam," kata Afrizal.
Menurutnya investasi di sektor perbenihan hortikultura sangat khusus dan berbeda dengan usaha hortikultura lainnya seperti sektor budidaya, industri pengolahan, pengusahaan wisata agro, dan usaha jasa hortikultura.
Industri perbenihan hortikultura sangat mengandalkan pada teknologi tinggi pemuliaan tanaman, akses terhadap sumber plasma nutfah (donor gen) dan kreativitas tenaga kerja di bagian riset dan pengembangan.
(A025)
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014