Jakarta (ANTARA) - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai bila skenario calon tunggal di Pilkada Jakarta dapat terjadi, maka hal itu sudah termasuk "kebablasan" dalam konteks demokrasi.
“Menurut saya, kalau ada skenario partai-partai untuk mendesain pilkada melawan kotak kosong, saya kira itu sudah kebablasan, dan itu tidak menunjukkan semangat untuk membangun demokrasi yang sehat,” kata Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes di kawasan Gambir, Jakarta, Kamis.
Arya menjelaskan bahwa esensi pilkada adalah kompetisi, sehingga bila Pilkada Jakarta tidak menyajikan kompetisi atau calon tunggal saja, maka tidak menunjukkan praktik demokrasi yang baik.
Terlebih, lanjut dia, Pilkada Jakarta masih memungkinkan untuk menyajikan pertarungan gagasan untuk dua pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur, bukan hanya satu pasangan saja dan melawan kotak kosong.
“Kalau kita lihat di Jakarta, sebenarnya potensinya terjadi head-to-head, dan head-to-head itu bisa terjadi kalau PKS, NasDem, dan PKB, plus PDIP bisa solid,” jelasnya.
Walaupun demikian, ia mengatakan bahwa bila salah satu atau dua partai dari empat itu ada yang memutuskan bergabung dengan koalisi lain, maka dua partai tersisa masih dapat mengusung pasangan calon di Pilkada Jakarta, kecuali koalisi NasDem-PKB.
“Jadi, saya kira kita mendorong agar partai-partai yang belum menentukan calon ini, dalam hal ini tentu, PKS, NasDem, PKB, dan PDIP tentunya untuk paling tidak bisa memberikan sinyalemen kira-kira akan mendukung siapa, dan itu penting juga bagi kita supaya desain calon tunggal ini menjadi bisa diprediksi dengan cepat,” ujarnya.
Adapun ia menjelaskan bahwa untuk mengusung pasangan calon di Pilkada Jakarta mensyaratkan harus mempunyai 22 kursi di DPRD Provinsi berdasarkan hasil Pemilu 2024. Berdasarkan data yang dihimpun CSIS, PKS memiliki 18 kursi, NasDem 11, PKB 10, dan PDIP 15.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024