Tokyo Electric Power Company (TEPCO), operator PLTN tersebut, akan membuang sekitar 7.800 ton air olahan dari tangki penyimpanan ke Samudra Pasifik hingga 25 Agustus.
Kedutaan Besar (Kedubes) China di Jepang pada Rabu menyatakan penolakan tegas terhadap langkah pembuangan air olahan ke laut yang tidak bertanggung jawab, dengan menambahkan bahwa kegiatan tersebut berkaitan dengan kesehatan seluruh umat manusia, lingkungan laut global, dan kepentingan publik internasional, dan bukan hanya urusan internal Jepang.
Pemerintah China menegaskan proses pelepasan air yang diduga terkontaminasi radiasi oleh Jepang ke lautan dapat membawa ancaman potensi kontaminasi di dunia.
Kedubes China di Jepang mendesak respons atas kekhawatiran masyarakat internasional tentang keamanan pembuangan air, keandalan jangka panjang fasilitas pemurnian, dan efektivitas skema pemantauan.
PLTN Fukushima Daiichi menghasilkan sejumlah besar air olahan dari proses pendinginan bahan bakar nuklir di bangunan reaktor.
Air yang diduga terkontaminasi tersebut saat ini disimpan di dalam sejumlah tangki di PLTN itu.
Jubir meminta pemerintah Jepang untuk bekerja sama sepenuhnya dalam membentuk skema pemantauan internasional independen yang tetap efektif untuk jangka panjang dan memiliki partisipasi substantif dari para pemangku kepentingan.
PLTN Fukushima Daiichi mengalami kebocoran nuklir (core meltdown) setelah dihantam gempa bumi bermagnitudo 9,0 dan tsunami pada 11 Maret 2011 yang melepaskan radiasi, dan mengakibatkan kecelakaan nuklir level 7, level tertinggi dalam Skala Peristiwa Nuklir dan Radiologi Internasional.
Meskipun mendapat penolakan dari nelayan setempat, penduduk, dan masyarakat internasional, pembuangan air yang diduga terkontaminasi nuklir itu ke laut dimulai pada Agustus 2023.
Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2024