Surabaya (ANTARA News) - Tokoh NU, KH Mustafa Bisri (Gus Mus), memberikan kritikan cukup tajam kepada organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang disindir sedang mengalami "sariawan", karena suaranya tidak banyak terdengar. "Saya sekarang prihatin, bagaimana NU yang begini besar, suaranya kalah sama FPI (Front Pembela Islam). NU besar, tapi hanya gajah kertas," katanya saat memberikan orasi budaya pada peluncuran komik sejarah NU di Museum NU, Surabaya, Minggu malam. Menurut dia, sebetulnya kalau NU kuat, tidak akan kalah dalam percaturan politik nasional saat ini. Menurut dia, jumlah warga NU yang mencapai 50 juta hingga 60 juta itu merupakan kekuatan yang sangat besar dan seharusnya diperhitungkan. "Siapa yang mau meremehkan organisasi dengan anggota 60 juta ini? Tapi syaratnya harus solid. Sekarang NU ada dimana? Jumlah 60 juta itu jauh lebih besar dari penduduk Malaysia," katanya. Saat ini, ujarnya, banyak bangsa berharap besar terhadap peran NU. Suatu ketika ia bertemu orang Jepang yang mengharapkan NU akan menjadi penetral dalam perang dahsyat antara George W Bush (representasi Barat) dengan terorisme pimpinan Osama Bin Laden. "Tapi kemudian orang Jepang itu bilang, sayangnya NU ini lemah. Dalam hati saya, orang Jepang kok tahu ya, padahal kami gak sadar. Dasar orang kita, saat saya ceritakan masalah ini ke teman-teman, malah tanya, gimana caranya mengajukan proposal," katanya tertawa. Dikatakannya dalam percaturan sejarah Indonesia, NU selalu mengambil peran besar meskipun hanya sebagai Satpam. Ia mencontohkan peran NU dalam melawan penjajah Belanda maupun Jepang serta dalam penumpasan G30S/ PKI. "Tapi dasar Gus Dur (mantan Ketua Umum PBNU Abdurahman Wahid), ketika masalah ini saya sampaikan, dia malah bilang, apa Satpam itu tidak mulia? Apalagi menjadi Satpamnya Indonesia. Ya sudah, tidak bisa diskusi lagi," katanya. Pada kesempatan itu Gus Mus yang dikenal sebagai sastrawan juga mengritik munculnya orang-orang NU yang telah menganut faham-faham yang keluar dari tradisi ke-NU-annya. "Ada orang NU yang sudah lupa NU. Mungkin karena kelemahannya itu, NU mudah disusupi. Tahu-tahu ada orang NU yang sangat kenceng melebihi Wahabi. Di NU itu sangat terasa, kalau tidak Amerika, ya Taliban," katanya. Menurut dia, kondisi NU seperti itu harus dipikirkan oleh anak-anak muda NU, khususnya di Jatim karena sejarah berdirinya NU itu memang di Jatim. "NU bukan lagi berbicara kepentingan pribadi, tapi nasional. Orang NU itu adalah orang Indonedia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang kebetulan Indonesia. Beda dengan Dr Azahari (tokoh teroris) yang tidak peduli meskipun ada orang Indonesia mati," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006