Kalau mau dapat pembiayaan luar negeri harus mencantumkan TKDN, berarti kita nggak bisa dapat uang dari World Bank, ADB, Islamic Development Bank
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia merelaksasi syarat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk proyek-proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dalam rangka menarik pembiayaan dari hibah luar negeri, seperti dari World Bank dan Bank Pembangunan Asia (ADB).

“Kalau mau dapat pembiayaan luar negeri harus mencantumkan TKDN, berarti kita nggak bisa dapat uang dari World Bank, ADB, Islamic Development Bank, semua nggak bisa,” kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin ketika ditemui di Jakarta, Rabu.

Rachmat mengatakan ketentuan TKDN minimal 40 persen untuk 2024, hingga 60 persen untuk 2025 menyulitkan proyek-proyek Indonesia memperoleh hibah luar negeri.

“Selain itu, apakah produk yang ada di dalam negeri secara teknologi juga mumpuni, karena teknologinya kan berkembang terus,” tutur Rachmat.

Baca juga: Syarat TKDN 40 persen hambat pegembangan energi surya di Indonesia

Baca juga: KAI implementasikan PLTS di Stasiun Solo Balapan 


Oleh karena itu, pemerintah memberi relaksasi kepada proyek-proyek PLTS untuk mendapatkan hibah dari luar negeri. Salah satu peraturan menteri yang mengatur terkait relaksasi tersebut adalah Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) Nomor 11 Tahun 2024.

Dalam aturan tersebut, termaktub syarat yang harus dipenuhi sejumlah syarat, seperti persentase hibah luar negeri yang harus mayoritas atau minimal 50 persen dari pembiayaan proyek.

Persyaratan lainnya, yakni proyek PLTS berhak mendapatkan relaksasi tersebut apabila perjanjian jual beli tenaga listriknya ditandatangani paling lambat tanggal 31 Desember 2024, serta direncanakan beroperasi secara komersial paling lambat tanggal 30 Juni 2026, sesuai rencana usaha penyediaan tenaga listrik.

“Kemudian, harus berhenti impornya di 2025 Juni. Jadi, nggak boleh impor lama-lama, begitu. Itu mungkin bisa dipertimbangkan untuk mendapatkan relaksasi impor modulnya atau sebagiannya,” kata Rachmat.

Untuk mendapatkan relaksasi impor, kata dia, juga harus melalui persetujuan Kemenko Marves, sebagai kementerian koordinator yang membidangi sektor mineral dan energi.

"Itu pun harus mendapatkan persetujuan di rapat koordinasi (rakor) dengan Menko Marves," ucap dia.

Baca juga: Indonesia akselerasi PLTS Atap untuk kejar target bauran EBT

Baca juga: Kementerian ESDM luncurkan SIMANTAP untuk permudah pengajuan PLTS Atap

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024