Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance) Dewa Made Susila menyampaikan bahwa jumlah pembiayaan baru pada semester I 2024 trun akibat lesunya kinerja industri otomotif, terutama penjualan ritel mobil baru.

“Seiring dengan melesunya industri otomotif di sepanjang semester pertama 2024, Adira Finance mencatatkan pembiayaan baru sedikit mengalami penurunan sebesar 2 persen (year-on-year/yoy) menjadi Rp20 triliun,” kata Dewa Made Susila dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu.

Penjualan ritel mobil baru mengalami penurunan sebesar 15 persen year-on-year (yoy) menjadi 432 ribu unit, sedangkan penjualan sepeda motor baru relatif stabil yaitu sebesar 3 juta unit.

Kondisi tersebut dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang relatif menurun, suku bunga yang masih tinggi, serta depresiasi nilai tukar rupiah.

Meskipun jumlah pembiayaan baru menurun, Made menyatakan bahwa piutang pembiayaan yang dikelola perusahaan, termasuk pembiayaan bersama, tetap mampu tumbuh sebesar 15 persen yoy menjadi Rp58,4 triliun. Per Juni 2024, pembiayaan bersama mewakili 47 persen dari piutang yang dikelola.

Menurutnya, pertumbuhan tersebut didukung oleh berbagai strategi perseroan untuk mengembangkan lini bisnis di luar segmen otomotif, seperti pinjaman multiguna.

Sepanjang semester I 2024, pihaknya mencatat pertumbuhan pembiayaan baru pada segmen non-otomotif sebesar 21 persen yoy, mencapai Rp4,6 triliun, dengan pembiayaan multiguna sebagai kontributor terbesar.

Selain itu, Made menyatakan bahwa perseroan membukukan pembiayaan baru pada segmen syariah sebesar Rp4,3 triliun atau mewakili 22 persen dari total pembiayaan baru.

Terkait neraca keuangan perusahaan, Direktur Keuangan Adira Finance Sylvanus Gani Kukuh Mendrofa menyampaikan bahwa perseroan membukukan total pendapatan mencapai Rp5 triliun, atau naik sebesar 11 persen year-on-year (yoy) pada semester I tahun ini.

“Sementara itu, total beban meningkat sebesar 16 persen yoy menjadi Rp4 triliun di semester I 2024,” ujarnya.

Ia menuturkan bahwa peningkatan beban tersebut disebabkan naiknya biaya pendanaan perusahaan seiring dengan peningkatan suku bunga.

“Dengan demikian, laba bersih perusahaan setelah pajak dibukukan sebesar Rp765 miliar atau mengalami penurunan sebesar 7 persen yoy,” imbuh Sylvanus.

Baca juga: ASFIN raih catatan positif di segmen pembiayaan otomotif Q1 2024
Baca juga: BFI Finance komitmen terus berbenah usai alami disrupsi operasional
Baca juga: BCA Finance dan BCA Multi Finance dapat persetujuan OJK untuk merger

 

Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024