Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia Pusat menyebutkan, mereka tak pernah mengajak masyarakat untuk memboikot produk-produk Prancis di Indonesia meski menganggap tindakan pemerintah Prancis yang melarang warganya untuk menggunakan hijab di ajang Olimpiade 2024 benar-benar tidak terhormat.
“Tidak ada ajakan untuk boikot produk-produk Prancis. Tapi, tindakan pemerintah Prancis itu benar-benar tidak terhormat, merusak prinsip prinsip Perancis yang liberty, legality, fraternity, dan merusak hak-hak dasar beragama umat Islam,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Sudarnoto mengatakan bahwa larangan penggunaan hijab bagi umat Islam termasuk islamofobia, dan menurut resolusi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tindakan semacam itu harus diperangi.
"Tindakan ini juga merusak prinsip-prinsip demokrasi yaitu menghormati kaum minoritas," katanya.
Menurutnya, untuk alasan apapun pemerintah Prancis tidak boleh mendiskriminasi dan memperlakukan seorang Muslim secara negatif, dan seharusnya mereka memberikan serta melindungi hak-hak dasar warga. Dia menilai, ini bukan pertama kali pemerintah Prancis menunjukkan sikap islamofobia.
Menurut pemberitaan media, kontroversi terkait pelarangan pemakaian hijab bagi atlet asal Perancis di Olimpiade Prancis ini muncul setelah Menteri Olahraga Prancis Amelie Oudea-Castera melarang penggunaan hijab untuk atlet Prancis di Olimpiade 2024.
Amelie menyatakan bahwa tidak boleh ada atlet tuan rumah yang memakai hijab selama ajang berlangsung. Dia menilai, langkah tersebut untuk mencegah 'proselytism', yaitu tindakan mengajak orang lain untuk mengikuti ajaran agama atau sikap politik tertentu dengan gaya hidup sehari-hari.
"Terdapat pelarangan terhadap segala bentuk 'proselytism', karena netralitas pelayanan publik bersifat absolut," ujarnya.
Menanggapi larangan tersebut, organisasi non-pemerintah Amnesty International langsung mengecam keputusan pemerintah Prancis itu.
"Larangan penggunaan hijab di Olimpiade 2024 tersebut melemahkan upaya menjadikan olahraga lebih inklusif dan membuktikan bahwa atlet Muslim berhijab di Prancis akan terus mendapat diskriminasi,” ujar mereka.
Dalam laporan Amnesty International, disebutkan bahwa Prancis adalah satu-satunya negara Eropa peserta Olimpiade yang melarang hijab untuk kontingennya di Olimpiade 2024 dan Paralimpiade 2024. Selain itu, Prancis adalah satu-satunya pihak dari 38 negara di Eropa yang memboikot hijab di berbagai olahraga seperti sepak bola, basket, dan voli.
Menanggapi hal ini, Komite Olimpiade Internasional (IOC) menyatakan bahwa tidak ada pelarangan serupa terhadap atlet negara lain di Olimpiade 2024. Namun di satu sisi, pelarangan hijab bagi atlet disebut tidak sejalan dengan regulasi IOC dan tidak ada teguran kepada Prancis terhadap ini.
Selain itu, IOC memastikan tidak ada larangan bagi wanita berhijab selama berada di wisma atlet. Selama di sana, para peserta dibebaskan menunjukkan identitas agama dan budaya.
"Untuk wisma atlet hanya peraturan IOC yang berlaku. Tidak ada larangan menggunakan hijab atau simbol agama dan budaya," kata IOC.
Baca juga: MUI: Indonesia perlu siapkan diplomasi jalur kedua bela Palestina
Baca juga: Ijtima Ulama MUI serukan penggunaan produk dalam negeri
Baca juga: Sekjen MUI: Fatwa MUI perlu dikenalkan ke dunia internasional
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024