Untuk yang panen karena sudah usia panen sehingga walaupun kekeringan masih menghasilkan, meskipun dari segi produktivitas menurun
Garut (ANTARA) - Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Jawa Barat menyebutkan tanaman padi di lahan sawah Kabupaten Garut yang sebelumnya terdampak kemarau atau kekeringan berhasil diselamatkan setelah dilakukan upaya pengairan sehingga akhirnya bisa dipanen.

"Untuk yang panen karena sudah usia panen sehingga walaupun kekeringan masih menghasilkan, meskipun dari segi produktivitas menurun," kata Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Kabupaten Garut dari BPTPH Jawa Barat, Ahmad Firdaus di Garut, Rabu.

Ia menuturkan pada laporan periode 15 Juli 2024 tercatat areal lahan padi yang terdampak kekeringan akibat kemarau seluas 68 hektare, seluas 7 hektare terjadi puso atau sudah tidak bisa diselamatkan karena kawasan tadah hujan di Kecamatan Mekarmukti.

Selanjutnya pada laporan 31 Juli 2024, kata dia, ada penambahan lahan yang terdampak kekeringan seluas 34 hektare, meski begitu lahan yang dilanda kekeringan pada laporan sebelumnya seluas 35 hektare berhasil diselamatkan dan bisa panen.

"Pulih dan panen 35 hektare, di Kecamatan Sucinaraja 1 hektare, di Garut Kota 6 hektare, Banyuresmi 5 hektare, dan Pakenjeng 23 hektare," katanya.

Baca juga: Dispertan Garut bangun rumah burung hantu untuk kendalikan hama tikus

Ia menyebutkan laporan terakhir 31 Juli 2024 lahan yang dilanda kekeringan seluas 60 hektare di lahan tadah hujan tersebar di sejumlah kecamatan.

Pemerintah bersama petani, kata dia, saat ini terus berupaya untuk mengairi areal lahan pertanian tersebut dengan melakukan pompanisasi yakni menarik air dari sungai, kemudian pemanfaatan air tanah dangkal maupun dalam.

Upaya pengairan untuk lahan pertanian yang dilanda kekeringan itu, kata dia, cukup efektif bisa menyelamatkan lahan agar terus tumbuh dan bisa panen, meski hasilnya terjadi penurunan.

"Sedangkan bagi yang pulih di lapangan telah dilakukan upaya mengairi areal sawah baik dengan cara gilir giring yaitu pengairan bergilir seperti yang biasa dilakukan petani, maupun pompanisasi," katanya.

Ia menambahkan untuk laporan secara keseluruhan dari Januari sampai Juli 2024 tercatat sawah yang dilanda kekeringan ringan seluas 162 hektare, kekeringan sedang 71 hektare, dan kekeringan berat seluas 5 hektare dan puso seluas 7 hektare.

Selain itu, tercatat luas lahan pertanian yang terancam kekeringan akibat musim kemarau seluas 655 hektare, dan lahan yang baru ditangani secara swadaya seluas 86 hektare tersebar di lima kecamatan. Selain padi, ada juga lahan tanaman jagung yang dilanda kekeringan seluas 7 hektare.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Garut Haeruman menyatakan, pihaknya saat ini melakukan upaya untuk mengatasi lahan pertanian yang dilanda kekeringan dengan cara pompanisasi pemanfaatan air irigasi maupun air tanah.

Ia menyebutkan pola pengairan itu seperti melakukan pompanisasi yaitu menarik air sungai ke atas lahan pertanian, kemudian menampung air sungai, lalu pipanisasi dengan mengairi sumber air seperti embung dari atas ke bawah lahan pertanian.

Selanjutnya melakukan cara pengairan dengan pemanfaatan air dari sumur tanah dangkal, dan sumur tanah dalam untuk mengairi pertanian yang lahannya jauh dari aliran sungai, salah satunya seperti di Kecamatan Cibatu.

"Semuanya punya solusi masing-masing pertama pompanisasi, kedua irigasi perpompaan, ketiga pipanisasi, keempat sumur tanah dalam, dan dangkal, itu disesuaikan dengan kondisi wilayah," katanya.

Baca juga: Produk kulit RPB Garut jadi primadona di Indonesia Clothing Summit

Baca juga: Pemkab Garut lakukan program pemberdayaan kepada PKL yang direlokasi

Baca juga: OJK edukasi keuangan bagi masyarakat pedesaan di Garut




 

Pewarta: Feri Purnama
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024