Kita akan tuntut pelakunya dengan tuntutan pidana dan juga perdata."

Jakarta (ANTARA News) - Di tengah kabut asap pekat yang menyelimuti Pekanbaru dan melumpuhkan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, akhirnya pesawat khusus yang ditumpangi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendarat juga di "Kota Bertuah" pada Sabtu (15/3) pukul 16.15 WIB.

Pesawat kepresidenan milik maskapai plat merah Garuda Indonesia dengan registrasi lambung pesawat benomor PK-GMF lepas landas dari Bandar Udara Internasional Adi Sumarmo Solo, Jawa Tengah, sempat mendarat di Batam, Kepri.

Pendaratan dilakukan karena cuaca yang tidak memungkinkan untuk melakukan pendaratan pada bandara tujuan, akibat kabut asap tebal dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau yang membuat jarak pandang turun drastis di bawah 1.000 meter.

Selain itu pada kondisi yang bersamaan, Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru tengah diguyur hujan lebat walau sebentar. Setelah sekitar dua bulan tanpa pernah hujan turun.

"Rombongan tadi sempat mendarat di Batam sekitar satu jam di sana karena cuaca tidak memungkinkan," ujar Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha.

Sesuai rencana, pesawat yang ditumpangi SBY akan mendarat di bandara alternatif yakni Bandara Internasional Minangkabau, Padang, Sumatera Barat yang juga diselimuti kabut asap kiriman Riau.

Pesawat Garuda Indonesia akhirnya bertolak dari Batam, Kepulauan Riau, sekitar pukul 15.20 WIB, setelah mendapatkan informasi jarak pandang di wilayah udara Kota Pekanbaru sekitar 1.000 meter yang merupakan batas minimum keamanan untuk melakukan pendaratan.

Begitu tiba di "Kota Bertuah" (julukan bagi Kota Pekanbaru), SBY disambut oleh Gubernur Riau Annas Maamun, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif, Kapolda Riau Brigjen Pol Pol Condro Kirono, Kepala Kejati Riau Edi Rakamto dan lain-lain.

Terlihat percakapan serius yang dilakukan antara Annas Maamun selaku orang nomor satu di Riau dan Presiden selaku kepala pemerintahan yang juga kepala negara Republik Indonesia jalan menuju VVIP Pandawa, Pangkalan TNI AU Roesmin Nurjadin.


Kejahatan Lingkungan

Karhutla di Riau sudah terjadi setiap tahun dan dalam satu tahun dua kali, selama 17 tahun terakhir tanpa adanya penanganan serius yang dilakukan oleh aparat hukum baik polisi, kejaksaan serta lembaga peradilan di Riau.

Berdasarkan laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menyatakan, lembaga hukum di Riau hanya menjerat masyarakat kecil yang tinggal di provinsi tersebut setiap tahun, tanpa pembakar lahan yang sesungguhnya seperti koorporasi.

"Setiap tahun yang selalu ditangkapi hanya masyarakat kecil. Seperti pada tahun ini hingga tanggal 14 Maret, Polda Riau telah menetapkan 44 orang tersangka pembakar lahan dan 1 di antaranya adalah koorporasi di Kepulaun Meranti," katanya.

Padahal karhutla yang terjadi di Riau pada tahun 2013, dari delapan perusahaan yang diduga sebagai pembakar lahan hanya satu yang sampai ke meja hijau yakni perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Adei Plantation menjadi terdakwa duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Pelalawan.

LSM Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menyatakan tujuh perusahaan lagi tidak jelas yang diduga kuat dipetieskan proses hukumnya karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Polda Riau sudah menetapkan delapan perusahaan itu dengan status sebagai tersangka pembakar lahan.

"Baru satu perusahaan atas nama PT Adei Plantation yang sudah menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Pelalawan, sedangkan tujuh lagi tidak jelas," ujar Koordinator Jikahari, Muslim Rasyid.

Ketujuh perusahaan itu bergerak pada bidang perkebunan kelapa sawit dan tanaman industri industri yakni PT Jatim Jaya Perkasa, PT Bumi Reksa Nusa Sejati, PT Langgam Inti Hibrindo, PT Sumatera Riang Lestari, PT Sakato Prama Makmur, PT Ruas Utama Jaya dan PT Bukit Batu Hutani Alam.

Riau memiliki luas lahan gambut sekitar 4 hektare yang merupakan lahan gambut terluas di Pulau Sumatera dengan total luas daratan provinsi tersebut sekitar 8,9 juta hektare lebih.


Cagar Biosfer Terbakar

Gubernur Riau Annas Maamun telah berulang kali meminta kepolisian dan kejaksaan setempat untuk menghukum pelaku pembakar lahan tidak hanya masyarakat kecil, tetapi juga koorporasi baik sawit maupun hutan tanaman industri yang beroperasi di Riau.

Bahkan sangking kesalnya beliau dengan aparat hukum di provinsi itu, Annas meminta hukuman yang dilakukan terhadap pembakar lahan layaknya sebagai seorang pelaku koruptor.

"Sebab tindakan pembakaran tersebut sama-sama merugikan negara yang dampaknya dirasakan masyarakat, terutama di Riau yang berjumlah 6 juta jiwa. Kami sebagai Pemerintah Provinsi Riau serius menanggapi bencana asap ini," ujarnya.

Pihaknya belum melihat keseriusan aparat penegak hukum di provinsi tersebut di tengah pelaku kejahatan yang merusak lingkungan dan menimbulkan kabut asap pekat yang menyelimuti sampai ke daerah provinsi tetangga dan merusak bagi kesehatan.

Pernyataan itu sekaligus sebagai upaya dalam bentuk desakan serta mengawasi oknum-oknum aparat yang terlibat terutama baik perusahaan-perusahaan berskala kecil atau besar maupun pelaku individu yang dibekengi oknum aparat TNI dan Polri.

Situasi kebakaran hutan dan lahan di Riau berdasarkan data terakhir telah lebih dari 13.009 hektare terutama di lahan gambut dalam seperti kawasan konservasi dunia Giam Siak Kecil-Bukit Batu yang digagas Sinar Mas Group untuk mendapatkan pengakuan sebagai cagar biosfer.

Data Kementerian Kehutanan menyebut sekitar 3.000 hektare Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, terdiri dari 800 hektare zona inti serta 2.200 hektare zona transisi yang merupakan hutan tanaman industri milik Sinar Mas Gruop dan zona penyangga milik masyarakat setempat, terbakar akibat aktivitas pembalakan liar.

Sinar Mas Group sebagai inisiator dalam pembentukan kawasan rawa gambut Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil 84.967 hektare dan Suaka Margasatwa Bukit Batu 21.500 hektare yang ditetapkan sebagai cagar biosfer UNESCO di Korea Selatan tahun 2009 dianggap telah lalai.

"Kalau perusahaan (Sinar Mas), saya kira semua punya tanggung jawab. Saya tidak bermaksud membela, melainkan sebagai akibat saja sebetulnya," kata Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut, Sonny Partono.

Seharusnya, perusahaan bisa mendeteksi melakukan pencegahan kebakaran di lahan gambut. "Pembalakan liar dan kebakaran, itu sudah diketahui. Justru kemarin awalnya terjadi dari zona lain seperti penyangga milik masyarakat, tapi masuk ke bagian inti cagar biosfer kita," katanya.

Perusahaan itu mengklaim tidak pernah lalai. "Jadi kalau kami dibilang lalai, Sinar Mas tidak pernah lalai. Yang salah itu, ya perambah. Saya mau tanya, wilayah sebesar itu siapa yang mau jaga? Memangnya setiap meter harus dijagai orang," ujar Juru Bicara Sinar Mas Forestry, Nurul Huda.


Dampak Asap Bagi Kesehatan

Sejumlah warga Kota Pekanbaru khususnya ibu hamil dan balita mulai mengungsi karena khawatir terhadap bahaya polusi asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang semakin parah terjadi di Riau.

"Kondisi kabut asap makin parah, kasihan anak saya baru berumur setahun lebih. Takutnya nanti bisa sakit," kata Rika Indah Satiyanti (28), salah seorang warga yang tinggal di Jalan Dahlia, Panam, Kelurahan Delima, Kecamatan Tampan, Pekanbaru.

Rika membawa anak bernama Nayaka Rasyikah untuk mengungsi sementara ke rumah orang tuanya di Desa PIR Trans Sosa IB, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara atau 1,5 jam melalui jalan darat dari Kota Pasir Pangaraian, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

Begitu juga dengan Zainul Tanjung (30), penduduk yang tinggal di sekitar Jalan Soekarno Hattta, Pekanbaru memutuskan untuk mengungsikan istrinya yang tengah hamil empat bulan ke Kota Medan.

"Istri saya sudah mengeluh pusing dan batuk-batuk, karena asap sudah terasa sampai ke dalam rumah. Mengungsi keputusan terbaik karena dokter di rumah sakit mengatakan asap kebakaran juga berbahaya untuk janin dikandungannya," katanya.

Kabut asap yang menyelimuti wilayah udara di Riau dan provinsi tetangga, telah menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia terutama bagi mereka yang sedang mengandung, kemudian balita, anak-anak dan para lanjut usia.

Dokter Azizman Saad, Spesialis Paru dan Konsultan di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad menyatakan, dalam 10 tahun mendatang terjadi ledakan penyakit paru-paru terutama bagi penduduk di Riau karena menghirup udara bercampur dengan asap.

"Imbas jangka panjangnya, daya ingat pada anak akan menurun. Bila terus menerus dialami balita, kelak terjadi penurunan inteligensi dan berakibat fatal menjadi idiot. Itu risiko terburuk buat balita imbas dari kabut asap kebakaran hutan," katanya.

Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut karena menghirup kabut asap pekat dari terjadinya karhutla di Riau untuk Kota Pekanbaru terus menunjukkan tren peningkatan dan sampai Sabtu (15/3), tercatat 11.260 orang dari total 12.138 orang penderita.

Sementara Dinas Kesehatan Provinsi Riau mencatat sudah 55.422 jiwa penderita ISPA pada Jumat (13/3), yang merupakan warga di berbagai daerah kabupaten/kota menderita penyakit ISPA yang disebabkan polusi kabut asap.


SBY Gelar Rapat Tertutup

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono begitu tiba di Pekanbaru langsung menggelar rapat tetutup dengan tim Satgas Penanggulangan Bencana Asap Riau di ruangan VVIP Pandawa, Lapangan Udara Roesmin Nurjadin.

Rapat itu sendiri dihadiri para penjabat terkait seperti gubernur Riau, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif dan Kepala Satgas Penanggulangan Bencana Asap Riau Brigjen TNI Prihadi Agus Irianto,

SBY selaku pemimpin rapat meberikan arahan terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan yang telah menyebabkan puluhan ribu masyarakat di Riau terserang penyakit seperti ISPA dan mengungsi keluar provinsi akibat kabut asap.

Kepala Biro Humas Setdaprov Riau Fahmizal Usman saat ikut bersama peserta rapat mengatakan, SBY memberi arahan terutama terhadap tiga poin penting yang ditekankan Presiden dalam penanganan karhutla.

Ketiga poin tersebut yakni pemadaman titik api di lahan gambut yang menimbulkan asap pekat, kemudian perawatan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Riau yang terkena dampak kabut asap serta meningkatkan penegakan hukum terhadap pembakar lahan.

Penegakan hukum dilakukan untuk memberikan efek jera kepada para tersangka baik pelaku individu maupun koorporasi pembakar hutan dan lahan di Riau, katanya.

Kepala Kejati Riau Edi Rakamto menegaskan pihaknya akan meminta instruksi presiden supaya dalam memberikan hukuman yang berat kepada para pelaku terutama koorporasi. "Kita akan tuntut pelakunya dengan tuntutan pidana dan juga perdata," ucapnya.

Untuk tuntutan perdata, kata Edi, bagi korban asap bisa menuntut ganti rugi secara perdata kepada pelak baik itu yang dilakukan individu atau perorangan maupun perusahaan.

"Yang jelas pada tahun 2014, penuntutannya langsung saya ambil alih. Memang selama ini diserahkan kepada masing-masing kepala kejaksaan negeri di daerah, tapi mulai tahun ini langsung saya ambil alih penuntutan pelakunya," katanya.

Turunnya SBY, setidaknya membawa sedikit dampak positif menghilangkan kebiasaan buruk perusahaan yang dilakukan selama 17 tahun dalam membuka lahan perkebunan sawit atau hutan tanaman industri dengan cara membakar.

Aparat hukum di Riau tidak bisa lagi main-main dalam memenjarakan dan menjatuhkan sanksi bagi pelaku kejahatan lingkungan khususnya di Riau. (M046/KWR)

Oleh Muhammad Said
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014