Jakarta (ANTARA) - Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019 Suranto Wibowo membantah telah menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) penambangan liar komoditas timah di wilayah PT Timah Tbk.

Penasihat hukum Suranto, Lauren Harianja mengatakan penambangan ilegal di wilayah (Izin Usaha Pertambangan) PT Timah terjadi bukan karena kliennya menerbitkan RKAB yang tidak benar.

Menurut dia, RKAB yang diterbitkan hanya dapat dipakai di IUP lima perusahaan smelter dan afiliasinya, sehingga tidak dapat dipakai di IUP PT Timah.

"Perbuatan legalisasi kepada lima smelter tersebut merupakan rekayasa PT Timah untuk melakukan penambangan maupun pembelian biji timah dari pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah, sesuai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU)," kata Lauren dalam sidang pembacaan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Dengan demikian, ia menilai perbuatan yang didakwakan JPU kepada Suranto, lima perusahaan
smelter dan afiliasinya, serta PT Timah tidak ada hubungannya, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan turut serta.

Lantaran kegiatan penambangan di luar RKAB yang diterbitkan oleh Dinas Bangka Belitung bukan tanggung jawab dari Dinas ESDM, maka kuasa hukum Suranto berpendapat dakwaan JPU yang menyatakan kliennya tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lima perusahaan smelter dan afiliasinya yang melakukan penambangan liar merupakan keliru dan salah.

"RKAB yang diterbitkan Dinas ESDM tidak dapat dipakai untuk melakukan kegiatan penambangan di IUP PT Timah," tuturnya.

Maka dari itu, kuasa hukum Suranto memohon kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi dari penasihat hukum Suranto seluruhnya dan menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum, harus dibatalkan, atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.

Selain itu, majelis hakim juga diminta untuk menetapkan pemeriksaan perkara terhadap Suranto tidak dilanjutkan, membebaskan Suranto dari segala dakwaan, memulihkan hak Suranto dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya, serta membebankan biaya perkara kepada negara.

"Apabila hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," ucap kuasa hukum Suranto.

Sebelumnya, Suranto didakwa melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah tahun 2015–2022 sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.

Korupsi dilakukan Suranto bersama Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021–2024 Amir Syahbana serta Pelaksana Tugas Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Maret hingga ​​​​Desember 2019 Rusbani alias Bani.

Perbuatan korupsi dilakukan tiga terdakwa dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan, yang bertujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, suatu korporasi, sehingga merugikan keuangan negara.

Dengan demikian, perbuatan para terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan, JPU menjelaskan bahwa saat menjabat sebagai Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019, Suranto disebutkan menyetujui RKAB periode 2015–2019 yang isinya tidak benar terhadap lima smelter.

Lima smelter dimaksud, yaitu PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, serta PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.

RKAB itu seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya, akan tetapi RKAB juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

Selain itu, Suranto juga dinilai secara melawan hukum tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kelima perusahaan smelter beserta perusahaan afiliasinya tersebut, yang melakukan kegiatan pertambangan tidak sesuai dengan RKAB yang telah disetujui pada periode 2015–2019.

Tak hanya itu, Suranto juga diduga telah menerima fasilitas berupa hotel dan transportasi dari PT Stanindo Inti Perkasa.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024