Jakarta (ANTARA) - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) mengoleksi naskah manuskrip Sunda terbanyak di dunia setelah mengakuisisi 536 naskah kuno Sunda koleksi Peneliti asal Prancis Viviane Sukanda Tessier dan pasangannya R Haris Sukanda Natasasmita yang telah menghimpun naskah-naskah Sunda pada tahun 1970-1980-an.

“Jumlah koleksi kita untuk naskah Sunda jadi lebih banyak dibandingkan dengan Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, yang menyimpan 785 naskah sejenis. Ini sebuah prestasi baru di Perpusnas, karena dalam waktu singkat kita mampu mengakuisisi jumlah naskah yang begitu besar, mengingat pekerjaan mengumpulkan dan mengolah naskah ini sangat lama,” kata Pelaksana Tugas Kepala Perpusnas E. Aminudin Aziz di Gedung Perpusnas, Jakarta, Rabu.

Akuisisi 536 naskah Sunda tersebut menambah koleksi 467 naskah manuskrip Sunda yang telah dimiliki Perpusnas, sehingga totalnya menjadi 1.003 naskah.

Aminudin menjelaskan, naskah yang diterima secara resmi hari ini sudah tujuh tahun diolah dan dipelihara oleh Yayasan Ngariksa Budaya Indonesia, lembaga yang aktif melakukan literasi publik tentang manuskrip di media sosial melalui siaran Ngariksa Channel.

“Yayasan Ngariksa Budaya sudah melakukan pendekatan kepada Perpusnas untuk bisa menyerahkan naskah yang menjadi proyeknya di pernaskahan. Melalui diskusi yang lebih intensif, kemudian kita diskusikan jalan terbaiknya, maka ada 536 naskah Sunda yang sudah diuji, dipelihara, dimetadatakan, dikelola, dan didigitalkan melalui proyek Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (Dreamsea),” paparnya.

Baca juga: Perpusnas lakukan percepatan alih aksara dan bahasa naskah kuno

Proyek tersebut merupakan hasil kolaborasi Perpusnas bersama Center for the Study of Manuscript Culture (CSMC) Hamburg University, Jerman. Selain serah terima 536 naskah Sunda berupa fisik manuskrip sekaligus data digital dan metadatanya, diserahkan pula 271 buku catatan alih aksara naskah tersebut.

“Kita ingin menjadikan naskah-naskah yang sudah didigitalisasi ini sebagai sumber informasi, maka metadata harus dibuat, setelah metadata dibuat, didigitalkan, maka kita buat dan tayangkan dalam laman kita,” ucap Aminudin

Menurutnya, meski naskah aslinya sudah ada, tetapi jika hanya disimpan maka akan ringkih dan sulit untuk terbaca, untuk itu, seluruh naskah tersebut akan didigitalisasi dan ditayangkan dalam platform Khasanah pusat Nusantara (Khastara), sehingga para peneliti dapat mengakses data yang ada di dalam naskah untuk dilakukan riset.

Baca juga: Perpusnas-Diskerpus Badung lakukan program Gerakan Indonesia Membaca

“Setelah mengetahui metadatanya, silakan dibaca melalui metadata itu. Pemanfaatan selanjutnya adalah bukan hanya mereka yang menjadi peneliti yang bisa memanfaatkan naskah ini, tetapi dari sisi Perpusnas, saya menginisiasi agar naskah-naskah tersebut diolah menjadi bahan bacaan untuk literasi,” tuturnya.

Koleksi naskah Sunda Yayasan Ngariksa didominasi tulisan beraksara Pegon dan berbahasa Sunda, sebagian kecil dalam bahasa Jawa dan Arab. Isi naskah terangkum dalam tiga kata kunci: Islam, Sunda, dan masyarakat.

Pada masanya, naskah-naskah tersebut merupakan catatan masyarakat Sunda yang kental dengan keislaman dalam konteks ritual, nasihat, sastra, dan hukum. Ada juga petunjuk tentang pemilihan waktu yang tepat (primbon) dan siklus pertanian.

Baca juga: Pepusnas: Pustakawan bukan lagi sekedar petugas gudang buku

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024