Bandung (ANTARA News) - PT Indonesia Power, anak perusahaan PT PLN, akhir September ini akan menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan perusahaan Singapura untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) berkapasitas 2x100 Mega Watt (MW) di Batam. Perjanjian MoU itu akan ditandatangani bersama dengan perusahaan listrik Singapura, Tuas Power, sebagai pihak pembeli energi listrik dari pembangkit gas tersebut, kata Direktur Niaga dan Pengembangan Usaha PT Indonesia Power (IP), Bambang Isti, di Bandung, Minggu. Selain dengan Tuas Power, menurut Bambang Isti, rencana pembangunan pembangkit listrik di Batam itu juga melibatkan sejumlah kontraktor migas nasional maupun asing. Hanya saja saat ini belum diputuskan dari mana sumber gasnya. Apakah dari ladang gas di Sumatera Selatan yang dikelola ConocoPhillips atau dari lapangan gas Natuna yang dikelola Pertamina. Karena itu, menurut Bambang Isti, pihaknya tidak dapat menyebutkan nilai investasi dari proyek PLTGU Batam mengingat belum ditentukan nilai kontrak jual-beli gasnya. Namun yang pasti, kata Bambang, pasokan gas akan diambil dari wilayah Indonesia karena harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan harga gas di Singapura. "Harga gas di Indonesia berkisar 3,5 dolar AS per MMBTU, sedangkan harga gas di Singapura minimal 6 dolar AS per MMBTU," katanya. Bambang Isti mengatakan, energi listrik yang dihasilkan dari PLTGU Batam nantinya akan dialirkan ke Singapura melalui kabel bawah laut. Ia mengharapkan, pembangunan PLTGU Batam itu sudah dapat dimulai pada tahun 2007. Kerjasama dengan Tuas Power, menurut Bambang, merupakan bagian dari strategi IP mengembangkan usaha yang berorientasi bisnis murni. Saat ini, IP mengoperasikan 126 unit pembangkit listrik dengan total kapasitas 8.992 MW atau 46 persen dari total daya terpasang listrik di Pulau Jawa dan Bali. Pengoperasian pembangkit itu terbagi dalam delapan Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) yang tersebar di Jawa dan Bali. IPO Mundur Mengenai rencana Indonesia Power melakukan penawaran saham perdana kepada publik (Initial Public Offering-IPO), Bambang Isti menjelaskan jadwal IPO terpaksa mundur dari tahun ini menjadi tahun depan, menunggu kelanjutan dari rencana pemerintah membangun pembangkit listrik batubara sebesar 10.000 MW. Hal itu terkait dengan rencana pemerintah pembangkit batubara 10.000 MW dimana sebagian dari pembangkit itu kemungkinan akan dikelola oleh Indonesia Power, katanya. "Dengan begitu rencana IPO terpaksa mundur karena kalau pembangunan pembangkit 10.000 MW terwujud maka aset Indonesia Power juga akan bertambah begitu pula jumlah listrik yang dijual. Kepastian tersebut sangat penting sebelum memutuskan melakukan penawaran saham kepada publik," katanya. Setelah ada kepastian mengenai masalah tersebut, Indonesia Power akan segera menawarkan 10 persen sahamnya kepada publik. Dari kegiatan IPO itu diharapkan Indonesia Power dapat meraup dana senilai Rp4 triliun yang akan digunakan untuk pengembangan usaha. "Dengan menjadi perusahaan publik maka Indonesia Power dapat lebih mudah mencari pendanaan dari lembaga keuangan bagi kegiatan ekspansi usaha. Itu tujuan utamanya," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006