"Jika rencana penghapusan sanksi tetap dilakukan oleh KPU maka tidak tertutup kemungkinan dana kampanye tersebut berpotensi tindak pidana korupsi," kata dosen Prodi Ilmu Politik UMMU Ternate, Abd Aziz Marsaoly kepada ANTARA di Ternate, Rabu.
Hal itu menjadi perhatian dari kalangan akademisi menyusul rencana dari KPU yang akan menghapus sanksi diskualifikasi bagi setiap calon kepala daerah yang tidak menyampaikan LADK dan LPPDK, karena KPU beralasan hal itu tak diatur dalam Undang - undang Pilkada.
Menurut Aziz, seharusnya KPU tidak boleh melakukan penghapusan sanksi tersebut, sehingga setiap calon kepala daerah harus melaporkan dana kampanye dari mana mereka mendapatkan, agar publik bisa mengetahui secara jelas.
"Kalau nanti penghapusan sanksi tetap dilakukan oleh KPU, lalu dari mana kita harus mengetahui sumber dana kampanye yang diperoleh setiap calon kepala daerah ini, karena rata - rata dana kampanye kan tidak semua dimiliki dari pribadi calon kepala daerah, tetapi ada dari partai maupun dari pihak ketiga, jika ditutupi maka akan dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk disalahkan gunakan dana tersebut," ujarnya.
Oleh karena itu, mantan anggota Bawaslu Provinsi Maluku Utara periode 2012 - 2017 itu meminta KPU untuk membatalkannya, agar setiap calon kepala daerah wajib harus melaporkan dana kampanye.
Sebelumnya, KPU RI akan menghapus sanksi diskualifikasi calon kepala daerah (cakada) yang tidak menyampaikan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) dalam Pilkada Serentak 2024.
Hal itu disampaikan Anggota KPU RI Idham Holik saat Uji Publik Rancangan PKPU tentang Kampanye Pilkada dan Rancangan PKPU Dana Kampanye Pilkada di Kantor KPU RI, Jakarta (2/8).
Idham mengatakan dalam aturan lama, yakni Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 tahun 2017 disebutkan bahwa pasangan calon kepala daerah yang tidak menyampaikan LPPDK akan dikenai sanksi diskualifikasi.
Kendati demikian, KPU saat ini berencana menghapus sanksi tersebut.
Menurutnya, aturan sanksi diskualifikasi karena tak melapor LPPDK tidak diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Oleh karena itu, KPU tidak bisa membuat aturan teknis yang bertentangan dengan aturan di atasnya.
"Apalagi bertentangan secara norma hukum, maka ketentuan sanksi pembatalan sebagai pasangan calon apabila tidak menyampaikan LPPDK yang diatur dalam Pasal 54 PKPU Nomor 5 Tahun 2017 itu perlu dihapus," kata Idham.
Pewarta: Abdul Fatah
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024