Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, pekan depan diperkirakan masih dalam kisaran sempit antara Rp9.100 sampai Rp9.150 per dollar AS, meski indikator ekonomi makro Indonesia cukup positif. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, akhir pekan lalu mengatakan rupiah masih mendapat tekanan pasar, terutama dengan menguatnya dolar AS terhadap yen dan melemahnya pasar saham Asia dan naiknya harga minyak mentah ringan (light sweet) AS. Rupiah memerlukan dukungan positif yang kuat untuk bisa kembali di bawah level Rp9.100 per dolar AS baik dari internal maupun eksternal, meski saat ini rupiah dinilai masih stabil dalam kisaran antara Rp9.100 hingga Rp9.130 per dolar AS, katanya. Menurut dia, rupiah memang masih sulit untuk bisa kembali ke level Rp9.000 per dolar AS, apalagi setelah muncul laporan daya saing investasi Indonesia menurun dari posisi 131 menjadi ke urusan 135 dari 175 negara yang disurvei. "Meski demikian koreksi harga terhadap rupiah akan relatif kecil dalam perdagangan pekan depan," katanya. Apalagi, lanjut Kostaman Thayib, suku bunga bank cenderung turun, setelah Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjaminan Simpanan telah menurunkan masing-masing 50 basis poin menjadi 11,25 persen. Penurunan BI Rate dan bunga penjaminan dan bunga bank diperkirakan akan terus turun, melihat laju inflasi yang cenderung merosot, katanya. Menurut dia, rupiah sampai Jumat lalu mencapai Rp9.120/Rp9.130 per dolar AS yang terus melemah dalam kisaran yang sempit. Pada awal pekan lalu rupiah mencapai Rp9.100/9.135 per dolar AS, hari kedua turun menjadi Rp9.130/9.150 per dolar AS dan hari ketiga melemah lagi jadi Rp9.140/9.152 per dolar AS, dan keempat rupiah naik jadi Rp9.110/9.130 per dolar AS, namun hari terakhir berubah lagi jadi Rp9.120/9.130 per dolar AS. Ia mengatakan rupiah pada hari keempat sempat menguat hingga di posisi Rp9.110/9.130 per dolar AS, namun kembali tertekan setelah harga minyak mentah ringan AS menguat dari 63 dolar AS per barel menjadi 64,65 dolar AS per barel. Kenaikan harga minyak mentah AS dipicu oleh kekhawatiran atas terjadi pemogokan kerja di Nigeria yang merupakan salah satu produsen minyak mentah, katanya. Menurut dia, pelaku lokal saat ini juga sedang menunggu perombakan kabinet yang selama ini hangat dibicarakan, meski sampai saat ini belum ada kepastian. Selain itu juga menunggu hasil pertemuan para menteri industri dan bank sentral negara-negara industri maju yang akan membahas masalah yen yang terus terpuruk dan keseimbangan perdagangan antara dolar dengan mata uang utama Asia, katanya. Sementara itu, Analis Valas PT Bank Saudara, Yusuf, mengatakan rupiah masih tetap melemah, karena percepatan pertumbuhan sektor riil masih belum dapat direalisasikan. menurut dia, pertumbuhan ekonomi bisa berjalan dengan lebih cepat, apabila sektor riil dapat berkembang dan masuknya investor asing ke dalam negeri. "Karena itu pergerakan rupiah yang selama ini lebih merupakan faktor antara supply dan demand di pasar saja," katanya. Meski demikian, tambahnya, ada optimisme rupiah membaik seiring upaya pemerintah untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan terus membenahi infrastruktur untuk menarik investor asing maupun lokal menanam investasi di dalam negeri. (*)

Copyright © ANTARA 2006