Batam (ANTARA News) - Penyelenggara "International Peoples Forum" (IPF) membantah ada peserta dari organisasi masyarakat sipil (ornop) yang berangkat dari Batam ke Singapura, Sabtu petang, untuk melakukan pertemuan atau berdemontrasi berkaitan dengan sidang tahunan IMF dan Bank Dunia (WB) di negeri tersebut. "Itu hanya gosip. Kami solid. Kami tetap memboikot dan membatalkan semua acara dengan IMF dan WB," kata Donatus K Marut, direktur eksekutif "International NGO Forum on Indonesian Development" (Infid) yang lembaganya bertindak selaku koordinator penyelenggara pertemuan "IPF versus International Monetary Fund (IMF) and World Bank (WB), 15-17 September, Sabtu menjelang tengah malam. Marut sehabis rapat dengan panitia pertemuan IPF di Asrama Haji Batam Center membantah apa yang beberapa jam sebelumnya diteguhkan Ramches Merdeka (LSM Forum Peduli Anak) kepada pers melalui telepon genggamnya bahwa benar pada Sabtu pukul 18.00 WIB sekitar 40 anggota ornop dalm dan luar negeri peserta pertemuan IPF berangkat dengan kapal feri ke Singapura. Ramches bersama LSM-nya menjadi panitia pelaksana kegiatan IPF Vs IMF & WB di Batam. Ia menyebutkan mereka yang berangkat tidak seorangpun dari Infid. Selain untuk melakukan pertemuan di Singapura, mereka juga akan melancarkan demonstrasi, katanya. Menurut Marut, setelah rapat tadi, dapat dipastikan bukan hanya dari Infid yang tidak berangkat ke Singapura. "Semua peserta pertemuan IPF di Batam tetap komit dengan sikap pemboikotan," katanya. Ia mengemukakan setelah berakhir pertemuan IPF di Batam, memang ada beberapa yang akan ke Singapura, tetapi tidak akan berkaitan dengan agenda acara IMF dan WB. Mereka, katanya, akan ke Singapura untuk keperluan lain, terutama sebagai persinggahan sebelum pulang ke masing-masing negara. IPF pada hari pertama pertemuan, Jumat, menyatakan memboikot pertemuan dengan IMF dan WB, 19-20 September. Mereka menilai Pemerintah Singapura sebagai tuan rumah, bertindak represif terhadap aksi protes damai, dan mencegah tangkal (cekal) 27 aktivis ornop dari beberapa negara karena distigma telah berbuat keonaran ketika berlangsung keguatan IMF, WB dan "World Trade Organization" (WTO) di beberapa kota luar negeri. Belakangan kabar tak resmi menyebutkan Pemerintah Singapura akhirnya membolehkan 22 dari yang semula dicekal untuk datang ke Singapura dan tetap melarang lima lainnya. Menyikapi kabar itu, IPF di Batam Sabtu siang menegaskan, dengan dukungan 163 ornop sedunia, tetap pada sikap semula (pemboikotan). "Pembolehan itu hanya untuk cuci muka IMF, WB dan Pemerintah Singapura. Kami tidak mau jadi sabun. Kami tetap memboikot semua acara dengan IMF dan WB di negeri itu," kata Direktur Eksekutif Infid yang kini termasuk di antara 22 orang yang dibolehkan masuk ke Singapura. "Too little. Too Late!" demikian pertemuan "IPF Vs IMF and WB", Sabtu siang, dalam pernyataan sikap bersama yang dibacakan Shalmali Guttal dari "Global Focus on South", Filipina, bahwa boikot tetap dilanjutkan meski Singapura mengizinkan 22 aktivis untuk ke sidang IMF dan WB. Sikap bersama itu selain untuk bersolidaritas terhadap lima yang tetap dicekal, juga karena mereka menganggap Pemerintah Singapura melanggar hak asasi manusia dengan memperlakukan beberapa aktivis lain (jumlahnya sedang dikumpulkan) meski hanya singgah di Bandara Changi untuk ke pertemuan di Batam. Mereka diinterogasi, dipotret dan diambil sidik jarinya, lalu dideportasi oleh kepolisian dan imigrasi Singapura. (*)
Copyright © ANTARA 2006