barang impor itu berbahaya bila dibiarkan beredar di masyarakatJakarta (ANTARA) -
"Total kerugian negara yang ditimbulkan atas perbuatan pelaku mencapai angka Rp12 miliar, adapun para pelaku sudah melakukan aksinya sejak tahun 2023," kata Wadirreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Hendri Umar saat ditemui di Jakarta, Selasa.
Hendri menjelaskan delapan pelaku impor barang ilegal itu terdiri atas MT (43), DE (42), RE (37), A (51), LX (43), FF (45), M (40), dan MF (23).
"Satu dari delapan tersangka yakni LX merupakan warga negara asing asal Cina, " katanya.
Sementara itu, Kasubdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Victor Daniel Henry Inkiriwang, menyebutkan barang impor itu berbahaya bila dibiarkan beredar di masyarakat.
"Seperti barang impor sabun bayi, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium, sabun tersebut ternyata bersumber dari limbah. Hal itu tentunya bakal berbahaya bila digunakan bayi, " ucapnya.
Sementara itu menurut Victor barang bukti yang telah disita yaitu 395 bal pakaian bekas, 1.931 unit perangkat elektronik berupa (drone dan jam tangan), 930 buah kosmetik impor dari Nigeria dan China, 1.997,5 liter berbagai macam kosmetik berupa (sabun, sampo, body scrub, sabun bayi, handbody), 540 botol minyak goreng merek Jenius, 2.275 bungkus bakso.
Kemudian para tersangka dijerat dengan pasal 110, pasal 111 juncto pasal 47, pasal 112 jo pasal 51 ayat 2, pasal 113, dan pasal 57 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan.
Kemudian, pasal 64 ayat 21 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang pangan, pasal 142 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, pasal 435 jo pasal 138 ayat 2 dan 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang kesehatan, dan pasal 62, pasal 8 ayat 1, pasal 9 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Baca juga: Kemenkop UKM: 50 persen impor tekstil China tak tercatat di RI
Baca juga: Dirjen PKTN: Barang sitaan impor ilegal jadi bahan bakar industri
Baca juga: Mendag siapkan tim khusus cari WNA pemasok barang ilegal di Indonesia
Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024