Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyebut Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) saat ini dianggap sebagai kebutuhan desa, bukan sebagai kebijakan yang sifatnya top-down policy.

"DRPPA ini sudah menjadi kebutuhan dari desa itu sendiri, adanya kebutuhan lingkungan desa layak dan aman ditempati, khususnya bagi perempuan dan anak," kata Staf Ahli Menteri PPPA sekaligus Plt Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA, Rini Handayani dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Baca juga: KemenPPPA gencarkan DRPPA karena desa ujung tombak pembangunan

Menurut dia, perempuan perintis DRPPA yang notabene adalah para istri kepala desa menjadi ujung tombak implementasi DRPPA di Bangli, Bali.

"KemenPPPA bekerja sama dengan Kapal Perempuan telah melatih para istri kepala desa dan mereka sepakat dinamakan Perempuan Perintis DRPPA. Para istri kepala desa inilah yang memberikan pemahaman tentang 10 indikator DRPPA kepada administrator desa agar desa tempat tinggal mereka memberikan kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak," kata Rini Handayani.

Sejak pertama kali diinisiasi pada November 2020, jangkauan pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) semakin meluas.

Bermula dari pembentukan 138 desa percontohan (desa model) yang berada di 71 kabupaten/kota.

Hingga April 2024, tercatat sebanyak 1.967 desa/kelurahan yang berkomitmen serta mengimplementasikan DRPPA.

Baca juga: Pengembangan Desa Ramah Perempuan perlu libatkan tokoh perempuan

Baca juga: Menteri PPPA: Perempuan agar jadi pelopor pembangunan desa inklusif


Salah satu kabupaten yang memiliki komitmen untuk menerapkan DRPPA adalah Kabupaten Bangli di Provinsi Bali.

Selain 8 desa percontohan, sebanyak 72 desa/kelurahan di Kabupaten Bangli berkeinginan untuk menjadikan desa mereka menjadi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak.
 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024