Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) Ali Mahsun Atmo menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 atau PP Kesehatan, yang baru disahkan, akan mempunyai dampak serius terhadap sektor UMKM di Indonesia.

Hal yang disorot, kata Ali, salah satunya ialah aturan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

Ia menganggap kebijakan itu akan menyebabkan penurunan yang cukup besar dalam perputaran ekonomi masyarakat.

Hal tersebut mempertimbangkan bahwa penjualan rokok bisa mencapai separuh dari keseluruhan omzet pedagang kecil.

"Imbas larangan ini, tentunya akan menyebabkan penurunan omzet yang signifikan di warung kelontong dan pedagang kaki lima, yang pada akhirnya akan memicu lonjakan pengangguran dan penurunan pendapatan rakyat," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Ali menyebut yang paling terimbas, yaitu masyarakat miskin dan UMKM yang menggantungkan roda ekonominya pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

"Kebijakan ini akan sangat merugikan usaha kecil yang mengandalkan penjualan rokok sebagai bagian dari pendapatan mereka," tuturnya.

Lebih lanjut, ia menilai regulasi itu disinyalir berpotensi mematikan sektor UMKM, khususnya pelaku usaha asongan, pedagang kaki lima, warung kelontong, dan sektor ekonomi rakyat lainnya.

Padahal, pelaku UMKM merupakan tulang punggung ekonomi dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan.

"Kita ditunjuk mencetak 100 juta UMKM andal dan unggul, tetapi ini malah digerus lewat regulasi ini," kata Ali.

Jika nantinya UMKM harus tergulung oleh kebijakan tersebut, Ali menyebut hal itu justru akan menyebabkan masalah baru lantaran akan terjadi potensi penurunan kontribusi ekonomi bagi negara serta meningkatnya jumlah pengangguran hingga kemiskinan.

Padahal, dua isu tersebut sering disebut sebagai prioritas pemerintah untuk ditanggulangi.

"Kebijakan ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang mengharuskan negara melindungi dan memajukan kesejahteraan umum," katanya.

PP Kesehatan mengatur larangan penjualan produk tembakau (rokok) secara eceran satuan per batang, kecuali cerutu atau rokok elektronik.

Ketentuan itu tertera dalam Pasal 434 ayat (1) poin c, sebagaimana salinan PP yang dikutip dari laman jdih.setneg.go.id.

Dalam Pasal 434 tertulis ayat (1) setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik, jika poin (a) disebutkan menggunakan mesin layan diri, poin (b) kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil, (c) secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.

Sedangkan poin (d) dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui, (e) dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dan (f) menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.

Sementara pada Pasal 434 ayat (2), ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f bagi jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dikecualikan jika terdapat verifikasi umur.

Baca juga: Risiko penyakit akibat rokok elektronik sama dengan rokok konvensional
Baca juga: Pakar: Implementasi PP 28 terkait larangan rokok butuh peran pemda
Baca juga: Jokowi teken PP soal kesehatan larang penjualan rokok secara eceran

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024