Jakarta (ANTARA) - Mewujudkan Indonesia sebagai negara maju dengan pendapatan tinggi tentu tidak terlepas dari peran strategis dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), karena UMKM merupakan salah satu penggerak utama roda perekonomian nasional.

Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, jumlah UMKM mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,07 persen atau senilai 8.573,89 triliun rupiah. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap lebih kurang 117 juta pekerja atau 97 persen dari total tenaga kerja yang ada.

Namun begitu, pengembangan UMKM ke depan tentunya membutuhkan dukungan pendanaan yang lebih banyak untuk menjaga keberlanjutan dan kemajuan usaha atau bisnis dari para pelaku UMKM.

Bagi pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo, pengembangan UMKM menjadi hal yang penting karena besarnya dampak dan manfaat yang diberikan UMKM bagi kemajuan perekonomian bangsa Indonesia.

Karena itu, diharapkan akses keuangan semakin mudah dan cepat serta penyaluran pembiayaan semakin meluas bagi masyarakat umumnya dan UMKM khususnya.

Salah satu alternatif sumber pembiayaan terutama bagi masyarakat yang kurang terlayani (underserved), termasuk UMKM dapat diperoleh dari industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer-to-peer (P2P) lending.

P2P lending dapat membuka gerbang akses pinjaman bagi para UMKM unbanked yang potensial. Peningkatan pembiayaan produktif dari LPBBTI diharapkan akan meningkatkan peran UMKM lebih tinggi kepada PDB nasional.

Adapun kebutuhan pendanaan UMKM nasional masih sangat besar, bahkan terdapat tren meningkat dari kesenjangan antara supply dan demand pendanaan UMKM sampai dengan tahun 2026.

Pada 2026 kesenjangan tersebut diproyeksikan mencapai Rp4.300 triliun, sedangkan kemampuan untuk penyaluran pendanaan untuk UMKM oleh lembaga jasa keuangan pada periode tersebut hanya Rp1.900 triliun.

Dengan merujuk pada angka kebutuhan pendanaan UMKM nasional tahun 2021, diketahui sebanyak Rp1.519 triliun (55,43 persen dari total kebutuhan pendanaan UMKM) merupakan kebutuhan pendanaan UMKM dan dapat didukung oleh industri keuangan nonbank (IKNB).

Namun dari jumlah tersebut, kapasitas pembiayaan IKNB hanya mampu memenuhi sebesar Rp229 triliun atau 15 persen saja, sementara itu industri LPBBTI hanya berkontribusi sebesar Rp9 triliun atau 3,9 persen dari total kontribusi IKNB.

Dengan demikian, masih terdapat kesenjangan pembiayaan UMKM nasional sebesar Rp1.290 triliun. Itu berarti ruang pertumbuhan bagi LPBBTI masih sangat besar untuk bisa memberikan pendanaan kepada sektor produktif.

Namun demikian, diperlukan peningkatan kapasitas di industri LPBBTI untuk dapat mengisi kesenjangan pendanaan UMKM nasional.

Model bisnis LPBBTI adalah menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat atau pelaku bisnis yang belum memanfaatkan fasilitas lembaga keuangan (unbankable) dan underserved, termasuk UMKM.

Pinjaman yang disalurkan oleh LPBBTI sejak 2018 terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan pada periode Desember 2022 sebesar 71,09 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dibanding tahun 2021.

Sebagian besar dari penyaluran pinjaman LPBBTI ditujukan untuk pembiayaan sektor non-produktif yaitu 60,95 persen dari total penyaluran pembiayaan pada Agustus 2023.

Sejalan dengan kondisi itu, pembiayaan yang disalurkan LPBBTI kepada UMKM masih relatif rendah, yakni sebesar 36,52 persen per Agustus 2023.

Adapun jenis objek pembiayaan pada sektor produktif terbesar berasal dari perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor sebesar 44,9 persen dari total pembiayaan sektor produktif.

Total penyaluran pinjaman kepada sektor produktif pada Agustus 2023 sebesar 39,05 persen dari seluruh penyaluran pinjaman LPBBTI. Kondisi tersebut menjadi isu yang perlu segera ditindaklanjuti agar peran LPBBTI dalam pembiayaan sektor produktif kembali meningkat.

Untuk itu, pemerintah telah menetapkan target pendanaan kepada sektor produktif dan UMKM sebesar 50-70 persen pada tahun 2028 sebagaimana tertuang dalam peta jalan atau Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri LPBBTI periode 2023-2028.

Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI dibutuhkan untuk membenahi aspek tata kelola serta mendorong kontribusi LPBBTI terhadap perekonomian nasional khususnya dalam pembiayaan sektor produktif dan UMKM.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman, upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai target tersebut antara lain mendukung adanya relaksasi batas maksimum pembiayaan melalui regulasi, perluasan jalur distribusi penyaluran pembiayaan kepada sektor produktif dan UMKM, serta optimalisasi program sinergi untuk mendorong pembiayaan ke luar Jawa.

Ke luar Jawa

Isu lain yang juga perlu diatasi terkait pembiayaan adalah konsentrasi pendanaan yang masih terpusat di Pulau Jawa dengan persentase sebesar 77,80 persen, sedangkan di luar Jawa hanya 22,20 persen.

Faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain penduduk di daerah luar Jawa belum banyak menggunakan teknologi seperti ponsel pintar (smartphone) ataupun internet sehingga tenaga sumber daya manusia (SDM) tambahan dari penyelenggara LPBBTI untuk berada di daerah tersebut dibutuhkan.

Selain itu, adanya SDM tambahan di luar Jawa karena ekosistem di luar Jawa yang masih belum efektif dan efisien seperti halnya di Jawa. Sebagai contoh adalah efektivitas penanganan pengaduan konsumen yang memerlukan waktu lama untuk diproses dan dilakukan secara manual. Kemudian, faktor lainnya juga seperti kurangnya tingkat literasi LPBBTI di daerah luar Pulau Jawa.

Dalam rangka merangsang peningkatan penyaluran pinjaman LPBBTI ke sektor produktif dan UMKM baik konvensional maupun syariah, diperlukan insentif berupa penyesuaian kebijakan dan regulasi.

Berdasarkan roadmap tersebut, beberapa langkah yang dapat diambil antara lain diperlukan amandemen terhadap Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 untuk menyesuaikan batas nilai pinjaman dan menambahkan kewajiban bagi LPBBTI untuk menyediakan dana pendidikan dan pelatihan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM, khususnya dalam konteks pembiayaan sektor produktif dan UMKM.

Selanjutnya, diperlukan kebijakan pembukaan moratorium khusus bagi LPBBTI yang berfokus pada sektor produktif dan UMKM.

Moratorium tersebut dapat memberikan insentif dan dukungan lebih lanjut kepada LPBBTI yang berkontribusi pada pengembangan ekonomi melalui pembiayaan kepada sektor-sektor yang memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Diharapkan, ke depan jumlah penyelenggara LPBBTI yang memfokuskan pada pembiayaan sektor produktif dan UMKM akan semakin bertambah, didukung dengan peningkatan efektivitas pengaturan, pengawasan, dan perizinan untuk mendukung LPBBTI yang sehat, berintegritas, dan inklusif.

Dengan adanya langkah-langkah tersebut, diharapkan LPBBTI dapat lebih aktif berperan dalam mendukung sektor produktif dan UMKM. Penyesuaian kebijakan dan regulasi diharapkan dapat mendukung pula inovasi dan pertumbuhan yang berkelanjutan di sektor LPBBTI.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024