Jakarta (ANTARA) - Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia Matthew Downing menegaskan bahwa kerusuhan berbau SARA yang terjadi di sejumlah kota di negara tersebut tak sesuai dengan nilai-nilai Inggris dan tak mencerminkan pendirian rakyat Inggris.

Downing menyatakan bahwa kekerasan tersebut dilakukan oleh hanya segelintir kelompok berhaluan ekstrem kanan, dan Pemerintah Inggris saat ini terus bertindak mengamankan situasi.

“Inggris adalah negara yang toleran, terbuka, dan multikultural – apa yang Anda saksikan tidak mewakili nilai-nilai Inggris,” ucap Downing dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Atas nama Pemerintah Inggris, Wakil Dubes menyatakan kecamannya terhadap premanisme dan “hooliganisme” oleh pelaku kekerasan yang terpicu oleh provokasi tak bertanggung jawab yang tersebar luas secara daring.

Downing menyatakan bahwa Pemerintah Inggris tak akan menoleransi serangan terhadap masjid, komunitas Muslim, atau kelompok lainnya karena agama ataupun warna kulit mereka.

Para pelaku kejahatan dan penghasut yang memprovokasi melalui disinformasi daring dipastikan akan mendapat hukuman penuh untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kata dia.

Downing menyatakan optimistis bahwa kerusuhan SARA tersebut tak akan berdampak pada hubungan bilateral antara Inggris dan Indonesia, khususnya saat hubungan diplomatik kedua negara memasuki tahun ke-75 pada 2024.

“Saya juga ingin meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa orang-orang yang berkunjung ke Inggris tetap disambut dengan hangat,” kata Downing.

Wakil Dubes turut percaya bahwa Inggris dan Indonesia akan senantiasa memperkuat dan terus mengembangkan hubungan bilateral di berbagai bidang, seperti politik, budaya, pendidikan, perdagangan, dan investasi.

Kekacauan tersebut dipicu oleh peristiwa penikaman di sebuah klub tari anak-anak di Southport, Inggris, pada 29 Juli, yang menyebabkan tiga remaja perempuan tewas dan beberapa orang lainnya kritis.

Polisi Inggris bertindak cepat dengan menangkap si pelaku, seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun, pada 1 Agustus.

Namun, insiden tersebut telanjur memicu protes massal dan bentrokan setelah muncul laporan bahwa pelaku penikaman adalah seorang pengungsi, sehingga memicu provokasi berbau SARA dan Islamofobia di sejumlah kota di Inggris.

Pihak berwenang telah menangkap lebih 100 perusuh di kota-kota tempat protes terjadi. Kepolisian Inggris juga mengerahkan 4.000 personel tambahan untuk mengendalikan situasi.

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, dalam pernyataannya terkait gelombang protes tersebut, turut mengutuk upaya mengincar komunitas Muslim dan etnis minoritas lainnya, termasuk serangan ke masjid.

Baca juga: Inggris alami gelombang kerusuhan terburuk sejak 13 tahun
Baca juga: KBRI London imbau WNI di Inggris waspada menyusul kerusuhan
Baca juga: PM Inggris rapat darurat Cobra bahas solusi kerusuhan ekstrem kanan


Pewarta: Nabil Ihsan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024