Omar Ould Hamaha, teroris dengan kewarganegaraan Mali, tewas pekan lalu oleh (serangan) pesawat Prancis."
Bamako (ANTARA News) - Seorang pemimpin militan ternama yang dikenal sebagai "Jenggot Merah" tewas dalam serangan rudal Prancis di Mali timurlaut, kata seorang perwira senior militer Mali kepada AFP.
Omar Ould Hamaha adalah komandan gerakan MUJAO dan AQIM, kelompok-kelompok bersenjata yang menduduki Mali utara selama hampir 10 bulan pada 2012, lapor AFP.
"Omar Ould Hamaha, teroris dengan kewarganegaraan Mali, tewas pekan lalu oleh (serangan) pesawat Prancis," kata perwira itu pada Kamis larut malam.
Kematian militan itu dikonfirmasi oleh satu sumber keamanan regional yang menyebutkan bahwa ia tewas "dengan senjata di tangan".
Menteri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan pekan lalu, 12 gerilyawan AQIM tewas dalam operasi kontra-terorisme pasukan Prancis antara 4 dan 5 Maret.
Hamaha, mantan pembantu salah satu tokoh militan utama di kawasan Sahel yang berkewarganegaraan Aljazair, Mokhtar Belmokhtar, diburu oleh pemerintah Mali dan AS, yang menawarkan hadiah 3 juta dolar untuk penangkapannya.
Militan itu dituduh terlibat dalam penculikan para diplomat Aljazair di Gao, kota terbesar di Mali utara, pada April 2012, yang diklaim oleh kelompok Gerakan Keesaan dan Jihad di Afrika Barat (MUJAO).
Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari 2013 meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.
Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.
Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.
Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.
Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.
Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.
Penerjemah: Memet Suratmadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014