Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang lembaga ad hoc, kehadirannya untuk membantu kejaksaan dan kepolisian, namun kiprahnya dalam memberantas korupsi cukup berani dan atraktif sehingga masih banyak mendapatkan simpatik dari sebagian masyarakat,"Jakarta (ANTARA News) - Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Seluruh Indonesia menilai, lembaga pemberantasan korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi sampai kini masih dibutuhkan mengingat korupsi di Indonesia kian hari intensitasnya bukannya turun tetapi justru tambah masif.
"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang lembaga ad hoc, kehadirannya untuk membantu kejaksaan dan kepolisian, namun kiprahnya dalam memberantas korupsi cukup berani dan atraktif sehingga masih banyak mendapatkan simpatik dari sebagian masyarakat," kata Ketua FPPTHI, Surajiman usai bertemu dengan pimpinan KPK di Jakarta, Jumat.
Ketua FPPTHI yang didampingi sejumlah pengurus Dr Laksanto Utomo, wakil ketua, Prof Dr Santiago ketua dewan penasihat yang juga dekan Univ Borobudur, Leny Nadriana, praktisi dan pengajar hukum Usahid mengatakan, sejak awal berdirinya forum ini pihaknya tetap konsisten bahwa korupsi sebagai musuh bersama yang harus diperangi.
Korupsi bukan hanya menjadikan anak bangsa menjadi terlantar tidak bisa melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi, menjadikan berbagai pembangunan infrastruktur pendidikan terbengkelai dan rendah.
Tetapi juga menjadikan tingkat kesejahteraan rakyat terus tergerus lantaran uang pajak yang dikumpulkan melalui APBN dikorupsi oleh orang-orang yang mengaku sebagai abdi negara. Itu sebanya, selama dua instansi hukum, kejaksaan dan kepolisian belum menunjukkan kinerjanya, lembaga seperti KPK yang berani bertindak tegas tetap dibutuhkan.
Surajiman yang juga dekan FH Unas mengatakan, kunjungan ini juga menyampaikan berbagai hal tentang program dan kegiatan FPPTHI seperti kemungkinan kerja sama dalam penyuluhan pencegahan korupsi di lingkup perguruan tinggi, akan adanya pertemuan para pimpinan dan pengajar hukum se Asean di Yogyakarta bulan depan yang akan dihadiri dari China, Malaysia, Vietnam, Singapura dan Filipina. Bulan depan juga akan mengadakan seminar nasional di Bogor yang juga akan mengundang Presiden RI.
Sementara Laksanto Utomo menambahkan, kehadirannya ke KPK tak dapat dipungkiri, kini ada pihak-pihak yang kurang nyaman adanya kiprah KPK sehingga menginginkan KPK tidak diperlukan lagi.
"Adanya indikasi dari pihak-pihak tertentu yang ingin menghilangkan peran KPK terlihat dari adanya percepatan usulan RUU KUHAP dan KUHP untuk disahkan sebagai UU. Anda tahu, setelah RUU tersebut jadi UU maka usia KPK hanya tinggal tunggu waktu. Dalam aturan peralihan, UU itu hanya memberikan batas waktu tiga tahun setelah RUU diundangkan. Hal itu sebagai bukti adanya pihak lain yang kurang nyaman adanya KPK. Itu sebabnya kita terus memberikan dukungan agar KPK tetap ada dan bekerja sesuai dengan rull-nya agar dapat mengeliminir pendapat minor dari sebagian masyarakat," katanya.
Prof Dr Santiago menambahkan, indeks kepercayaan masyarakat terhadap persepsi korupsi di Indonesia masih tinggi meskipun sudah ada KPK. Dari 184 negara yang disurvei lembaga interasional, Indonesia masih sejajar dengan negara seperti Kamboja, Vietnam dan negara kawasan Afrika lainnya. Artinya, Indonesia masih termasuk negara tertinggi korupsinya.
Namun begitu, tambah Santiago, keberadaan KPK sebagai lembaga penegakan hukum yang bersifat lexspesialis, masih layak untuk dipertahankan. Untuk itu, DPR kini tak perlu terburu-buru mengesahkan RUU KUHAP dan KUHP saat ini. Serahkan saja para anggota dewan masa depan, pintanya.
Sementara, ketua KPK Abraham Samad menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan itu. "Kami atas nama KPK mengapresiasi atas dukungan FPPTHI, karena korupsi di Indonesia kini sudah merambah kesemua lini. Termasuk di daerah-daerah yang memanfaatkan APBN-APBD," katanya.
Ia juga mengingatkan agar kalangan perguruan tinggi untuk hati-hati memberikan pendapat yang dapat meringankan koruptor. Sekarang sudah banyak saksi ahli yang kelihatannya dipesan, katanya.
(Y005/Z002)
Pewarta: Theo Yusuf Ms
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014