Istambul (ANTARA) - Kantor Presiden Turki pada Senin mengimbau perusahaan-perusahaan di negara itu untuk mengembangkan jejaring sosial lokal, menyusul pemblokiran akses ke Instagram pada 2 Agustus.

Pemblokiran itu dilakukan setelah pemerintah Turki gagal menyepakati kerja sama yang mereka inginkan dengan pemilik platform media sosial itu, Meta.

Sebelumnya pada Senin, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa "fasisme digital" terlihat di jejaring sosial tersebut.

Menteri Transportasi dan Infrastruktur Abdulkadir Uraloglu menyatakan akses ke Instagram akan dibuka lagi jika manajemen Instagram menghentikan pelanggaran dan menjalankan bisnis sesuai undang-undang Turki.

Dia juga mengimbau perusahaan-perusahaan media tradisional untuk berinvestasi lebih banyak dalam media digital.

"Saya tidak hanya berbicara soal pembuatan konten, tetapi juga tentang menciptakan platform nasional bagi jejaring sosial," kata Altun.

Menurut dia, banyak jejaring sosial asing dimiliki swasta yang memanfaatkan media itu untuk "menebar ketidakadilan" di seluruh dunia.

Kementerian Transportasi dan Infrastruktur Turki menggelar pertemuan lagi dengan Meta pada Senin, tetapi hasilnya masih belum memuaskan.

Parlemen Turki sedang reses hingga 1 Oktober, tetapi Partai Rakyat Republik (CHP) yang berseberangan dengan pemerintah menyerukan rapat darurat pada 4 Agustus untuk membahas kasus Instagram.

Jejaring sosial lain milik Meta, Threads, tidak bisa diakses di Turki sejak 29 April karena otoritas setempat menolak penggabungan akun pengguna Threads dan Instagram secara otomatis.

Meta juga didenda lebih dari 1,2 miliar lira Turki (sekitar Rp614 miliar) dalam sejumlah kasus.

Pada 31 Juli, Altun mengecam Instagram karena secara aktif mencegah pengguna mengunggah pesan duka cita atas kematian kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh.

Sumber: Sputnik-OANA

Baca juga: Menlu Turki: Dengan menghabisi Haniyeh, Israel membunuh perdamaian
Baca juga: Turki kecam pembunuhan kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh


Penerjemah: Primayanti
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024