Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan tantangan ekonomi Indonesia akan terlihat pada triwulan III dan IV tahun 2024.
“Kalau ekonomi tumbuhnya 5,05 persen year on year/yoy (pada triwulan II-2024), sebenarnya tantangannya belum terlihat sekarang atau terlihat di kuartal ke-2 kemarin, tapi tantangan justru terlihat di kuartal ketiga dan kuartal keempat. Kenapa? Karena tekanan-tekanan ekonominya ini mulai kelihatan di kuartal ketiga. Salah satunya PMI (Purchasing Managers' Index) manufaktur yang sudah terlihat dalam kondisi yang tidak ekspansif atau di bawah angka 50,” ujarnya dalam Biweekly Brief CELIOS yang diadakan secara virtual, Jakarta, Senin.
Melihat dari sisi konsumsi rumah tangga, daya beli kelas menengah disebut masih lemah pada triwulan II-2024. Apalagi, lanjut dia, tidak ada event yang kemudian mampu mendorong konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2024 sebagaimana pada triwulan I dan II masih menikmati pengaruh dari Idul Fitri dan mudik Lebaran.
Sektor pertambangan dan penggalian juga menunjukkan pelambatan dari 9,31 persen ke 3,17 persen yoy pada triwulan II yang sejalan dengan koreksi berbagai harga komoditas, termasuk nikel. Hal ini disebabkan lesunya permintaan, terutama dari Tiongkok.
Untuk sektor konstruksi, masih tumbuh 7,29 persen berkat topangan percepatan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN), sementara sektor real estate hanya mampu tumbuh 2,16 persen. Capaian ini sejalan dengan Non Performing Loan (NPL) Kredit Perumahan Rakyat (KPR) yang mulai menanjak sejak awal tahun.
Mengenai belanja pemerintah, Bhima menyatakan masih turun drastis pasca pemilu dari 19,9 persen yoy per triwulan I-2024 ke 1,42 persen yoy. Indikasi yang menyebabkan hal tersebut adalah adanya penyesuaian bantuan sosial (bansos) pasca pemilu berkontribusi terhadap pelemahan belanja pemerintah.
Terkait kinerja ekspor dan impor, dilaporkan masih tumbuh positif secara yoy pada kuartal II-2024 yang masing-masing 8,28 persen dan 8,57 persen. Namun, kontribusi ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibanding triwulan I-2024 menurun dari 22,9 persen menjadi 21,4 persen pada triwulan II-2024.
Berdasarkan data tersebut, dia memberikan sejumlah upaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap berlangsung.
Pertama adalah menunda Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen dan menurunkan tarif PPN menjadi 8-9 persen untuk memberikan stimulus konsumsi domestik, mengingat kelompok kelas menengah atas cenderung menahan konsumsi secara berlebihan. Kalaupun mereka mengeluarkan uang, ucapnya, pasti diarahkan untuk produk-produk investasi
Kedua, memastikan adanya spillover atau dampak proyek-proyek infrastruktur yang sedang digenjot pada akhir masa periode Presiden Joko Widodo, khususnya dalam sektor swasta dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Upaya selanjutnya adalah mendorong investasi lebih berkualitas, yang berarti lebih menyerap tenaga kerja dan memiliki standar lingkungan serta perlindungan pekerja lebih baik.
“Terlihat bahwa besarnya belanja untuk infrastruktur belum berkorelasi terhadap peningkatan daya saing di sektor industri pengolahan maupun investasi yang lebih berkualitas. Jadi yang kita butuhkan adalah investasi yang lebih banyak tenaga kerja tentu berkualitas juga, dalam artian standar lingkungan dan perlindungan pekerja yang lebih baik,” ungkap Bhima.
Kemudian, kurs rupiah disebut harus dijaga dengan mendorong peningkatan Dana Hasil Ekspor (DHE). Apabila diperlukan, capital control untuk menahan DHE selama 9 bulan di bank domestik sebagai emergency responses (respon darurat) jika pelemahan kurs mencapai Rp17 ribu hingga Rp17.500 per dolar AS.
Terakhir, pemerintah dianggap harus segera mengeluarkan paket kebijakan khusus di sektor industri padat karya dalam bentuk diskon tarif listrik 70 persen, pengetatan impor barang jadi yang memiliki substitusi lokal, kredit bunga rendah khusus industri, hingga memberlakukan insentif Pajak Penghasilan (PPh) karyawan ditanggung pemerintah sampai tahun 2025.
“Itu (pemberlakuan insentif PPh) bisa menjadi salah satu stimulus, sehingga uang yang harusnya dibayarkan ke pajak bisa digunakan untuk konsumsi,” kata Bhima.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024