Yogyakarta (ANTARA News) - Calon anggota legislatif perempuan mendapat peluang lebih besar untuk menduduki kursi parlemen pada Pemilihan Umum 2014 karena jumlah mereka dalam daftar caleg tetap lebih banyak dibanding pada Pemilu 2009.
Menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum Hadar Nafis Gumay pada Pemilu 2009 jumlah caleg perempuan hanya 30 persen, tetapi pada Pemilu 2014 naik menjadi 37 persen.
Ia menjelaskan bahwa pada sebanyak 6.607 caleg akan bertarung memperebutkan kursi DPR RI pada Pemilu 2014, dan sebanyak 2.467 di antaranya adalah caleg perempuan.
Peningkatan jumlah caleg perempuan itu diharapkan dapat meningkatkan hak dan ruang bagi perempuan dalam berpolitik sehingga menjadi sama dengan laki-laki.
Peningkatan jumlah caleg perempuan dalam Pemilu 2014 juga diberengi dengan pemberian keistimewaan kepada mereka yaitu penempatan mereka dalam nomor urut kecil atau berada di atas dalam daftar caleg tetap serta pada penghitungan perolehan suara mereka akan diutamakan dalam penentuan kemenangan.
Peningkatan jumlah caleg perempuan dalam Pemilu 2014 disambut baik oleh seorang caleg perempuan dari Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, karena akan memberikan lebih banyak kesempatan bagi perempuan untuk memperjuangkan perbaikan nasib kaumnya.
Siti Soemilah Sri Panudju, caleg perempuan dari Partai Hanura Daerah Pemilihan Kabupaten Kulon Progo mengatakan dirinya maju sebagai caleg bukan sekadar untuk memenuhi persyaratan kuota caleg perempuan 30 persen, melainkan untuk ikut memperjuangkan perbaikan nasib perempuan.
"Bagi saya, kuota caleg perempuan 30 persen ini memberikan ruang bagi perempuan untuk berjuang dan terlibat dalam menentukan arah pembangunan bangsa Indonesia. Jadi, sangat rugi jika kesempatan ini tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya," kata dia.
Dia mengatakan jika dirinya terpilih menjadi anggota legislatif DPRD DIY, akan memperjuangkan program-program pendidikan calon tenaga kerja Indonesia terutama perempuan untuk mendapatkan pendidikan politik.
Saat ini, TKI perempuan yang bekerja di luar negeri mayoritas menjadi pembantu rumah tangga yang tidak memiliki keahlian atau keterampilan khusus. Akibatnya, banyak yang disiksa atau telantar di luar negeri.
"Saya akan memperjuangkan mereka supaya mereka sebelum keluar negeri mendapat pendidikan khusus, mulai dari keterampilan hingga kemampuan bahasa agar perempuan yang bekerja di luar negeri menjadi pegawai terhormat, tidak hanya menjadi pembantu melainkan menjadi perawat, guru IT, dan guru mengaji. Harapannya, mereka dapat mengangkat nama baik Indonesia di mata dunia," katanya.
Selain itu, dirinya akan memperjuangkan kaum perempuan janda agar mendapat ruang yang terhormat dan penilaian positif dari masyarakat.
Ia juga mengatakan akan memperjuangkan kaum perempuan lanjut usia dan tidak produktif supaya mendapat perlindungan dan pemberdayaan dengan memberikan pekerjaan dan kegiatan yang menyenangkan hati.
Perlakuan istimewa serta peningkatan jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2014 juga diharapkan dapat membawa Indonesia terbebas dari korupsi dan rakyatnya lebih sejahtera.
Caleg perempuan untuk DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta Dwi Rusjiati Agnes (37) mengatakan seorang calon anggota legislatif yang akan duduk di parlemen harus dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam gerakan antikorupsi.
"Yang pasti Undang-Undang (UU) Pemilu mengatur tentang larangan "money politics". Itu kan sebenarnya menjadi cambuk bagi caleg agar ketika seterusnya terjun di parlemen senantiasa menghindari politik uang sehingga dapat menjadi panutan bagi masyarakat," kata Agnes.
Menurut perempuan kelahiran Kabupaten Gunung Kidul itu, apabila mulai dari sekarang setiap caleg mampu memberikan teladan dengan menghindari praktik politik uang, praktik koruptif ketika menjabat dapat dihindari.
"Seorang caleg dinilai siap tidak melakukan korupsi justru berawal dari sekarang ketika mereka berani mendeklarasikan tidak menggunakan politik uang," kata Agnes yang mengaku telah mendeklarasikan antipolitik uang bersama-sama caleg perempuan lainnya beberapa waktu lalu.
Alumnus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu juga mengatakan masyarakat yang menjadi konstituen sebuah partai politik juga perlu ikut berperan dalam menghindarkan caleg dari tindakan koruptif.
"Misalnya kasus korupsi anggota DPRD Gunung Kidul beberapa waktu lalu, itu juga bisa akibat peran masyarakat. Tuntutan yang tidak riil, membuat teman-teman legislatif yang tidak memiliki prinsip akan "manut" pada konstituen sehingga mengeluarkan banyak uang yang mereka tidak tahu harus mencari ke mana untuk menutupnya. Itulah yang menggiring mereka pada praktik korupsi," katanya.
Sementara itu, caleg perempuan untuk DPRD Kabupaten Bantul Dyah Heningtyas Noviani mengatakan caleg perempuan memiliki banyak kesempatan untuk melakukan kegiatan yang berdampak pada peningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama kaum perempuan..
Misalnya, menurut dia, dirinya sering mengadakan pelatian keterampilan kewirausahaan gratis bagi remaja putri dan para ibu sehingga mereka memiliki kemampuan mendirikan usaha dan menjadi wanita mandiri.
Pelatihan kewirausahaan gratis bagi perempuan itu antara lain pelatihan kerajinan flanel, kerajinan sulam pita, serta membuat aneka makanan seperti nugget dan kue. Berbagai kegiatan itu dikoordinasi dalam wadah "Dyah Novies Project".
"Banyak di antara mereka yang bertanya kepada saya, nanti ibu Novi dapat apa kok pelatihannya gratis, bahkan hasilnya dibawa pulang, saya jawab sejauh ini saya tidak merasa bangkrut, dan alhamdulillah rezeki terus ada," kata perempuan kelahiran 1971 yang bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan tersebut.
Korupsi dan kesenjangan sosial memang merupakan dua persoalan besar di antara banyak persoalan yang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini, dan caleg perempuan sangat diharapkan dapat menjadi Indonesia yang "bersih" dan makmur melalui kiprah mereka di parlemen.
Harapan itu diharapkan tidak tetap menjadi harapan setelah pemilu usai dan semakin banyak perempuan duduk di kursi DPR, DPRD dan DPD. Semoga.
Oleh Nusarina
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014