Kita rencana me-'launching' atau membuat, sudah laporan ke Pak Sekda untuk seribu rumah burung hantu tersebar di seluruh 42 kecamatan
Garut (ANTARA) - Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Garut, Jawa Barat, mendorong petani untuk membangun rumah burung hantu sebagai upaya mengendalikan hama tikus yang seringkali merusak tanaman padi sehingga menimbulkan kerugian karena menurunkan produktivitas hasil tani.
"Kita rencana me-'launching' atau membuat, sudah laporan ke Pak Sekda untuk seribu rumah burung hantu tersebar di seluruh 42 kecamatan," kata Kepala Dispertan Kabupaten Garut Haeruman kepada wartawan di Garut, Senin.
Ia menuturkan, pembuatan rumah burung hantu itu merupakan program Kementerian Pertanian untuk mengendalikan hama tikus yang selama ini menyebabkan tanaman pangan seperti padi rusak.
Lahan pertanian di Kabupaten Garut yang terdampak hama tikus itu, kata dia, merupakan terbesar di Provinsi Jawa Barat, dan urutan ke-10 daerah yang paling besar terdampak hama tikus di tingkat nasional, untuk itu Kementerian Pertanian mengendalikan hama tikus dengan memanfaatkan burung hantu.
"Bukan hanya di Garut, tapi seluruh Indonesia harus ada pengendalian hama tikus yang ramah lingkungan, pemangsa yang makannya tikus, salah satunya burung hantu," katanya.
Ia menyampaikan sejumlah petani yang paham dalam mengendalikan hama tikus sudah membuat beberapa rumah burung hantu di Garut, untuk itu ke depannya pemerintah daerah akan membuat banyak rumah burung hantu tersebar di seluruh desa/kelurahan.
Apalagi saat ini, kata dia, sudah musim kemarau yang seringkali terjadi peningkatan serangan hama tikus melanda padi di Garut, sehingga harus secepatnya dibuatkan rumah burung hantu di wilayah yang banyak terdampak hama tikus.
"Adanya rumah burung hantu itu sangat efektif, jadi musuh tikus itu pertama burung hantu, dan kedua ular," katanya.
Ia menyampaikan upaya membangun rumah burung hantu itu akan terlebih dahulu mengedukasi petani terkait kesadaran tentang pemangsa utama tikus yakni burung hantu, untuk itu keberadaannya tidak boleh diganggu maupun diburu.
Selanjutnya, kata dia, petani bisa secara swasta membangun rumah burung hantu, dan pemerintah daerah akan menyiapkan dana stimulan yang kebutuhan anggarannya sekitar Rp300 ribu untuk membangun satu rumah burung hantu.
"Kita bangun swadaya, kalau pun ada dari pemerintah sifatnya stimulan karena murah, satu rumah burung hantu itu hanya Rp300 ribu," katanya.
Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Kabupaten Garut dari BPTPH Jawa Barat, Ahmad Firdaus menambahkan, dampak hama tikus di Garut cukup luas, tercatat selama lima tahun terakhir sampai tahun 2023 per tahunnya rata-rata seluas 1.332 hektare tersebar di 42 kecamatan dari luas pertanian di Garut 41.725 hektare.
Tercatat sementara lahan pertanian yang diserang hama tikus sampai Juli 2024, kata dia, sekitar 56 hektare dengan kondisi tanam rusak ringan atau masih memiliki potensi untuk diselamatkan.
"Keadaan sekarang akhir Juli keadaan serangan tikus itu di lapangan 56 hektare, kecamatan tertinggi Singajaya 11 hektare, Cihurip 8 hektare, Banjarwangi 6 hektare, di bawah 4 hektare ada beberapa kecamatan," kata Ahmad didampingi Sub Koordinator Perlindungan Tanaman pada Dispertan Garut Aden Kurniawan.
Ia menyampaikan salah satu cara yang cukup efektif untuk mengendalikan hama tikus yaitu dengan cara menjaga kelestarian burung hantu sebagai satwa predator tikus di sawah, seperti yang sudah dilakukan dan berhasil di kabupaten lain.
Ia menyebutkan membuat rumah burung hantu itu salah satu solusi agar burung tersebut menetap di sana, untuk selanjutnya bisa memangsa tikus di sawah dengan jangkauan cukup luas sekitar 10 km atau seluas 5 hektare.
"Burung hantu musuh alami yang mampu bekerja dalam satu malam bisa memburu 10 ekor tikus, jadi sangat efektif," katanya.
Baca juga: BPTPH Jabar: Petani di Garut mulai pompanisasi atasi kekeringan lahan
Baca juga: Wabup Garut: Pengembangan beras basmati untuk sejahterakan petani
Baca juga: Dispertan: Garut membutuhkan 20 sumur bor untuk atasi kekeringan
Pewarta: Feri Purnama
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024